Kamis, 29 Maret 2012

Manusia-Manusia Baru 2


MANUSIA-MANUSIA BARU
Oleh : Adi (Mr.149) Santoso



Tak dapat dipungkiri lagi bahwa semua manusia yang hidup di dunia ini mendambakan untuk dapat hidup sejahtera sehingga dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya. Salah satu jalan yang ditempuh adalah melalui peningkatan ekonomi. Peningkatan ekonomi sendiri selalu identik dengan pemanfaatan atau pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang selanjutnya di ubah menjadi berbagai barang atau jasa yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Hal itu jelas tertuang dalam Firman Allah: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya…. (Qs. Ibrahim: 34)”. Untuk menggenjot laju peningkatan pertumbuhan ekonomi, ekstraksi sumber daya alam dan lingkungan dilakukan secara eksploitatif. Namun, hal yang sering terlupakan adalah bahwa sumber daya alam dan lingkungan bersifat terbatas. Sementara, aktivitas ekonomi bersifat tidak terbatas. Sumber daya alam dan lingkungan sudah terlanjur dianggap sebagai barang milik bersama, sehingga siapapun boleh memilikinya.
Awalnya manusia hanya menggambil dan menggunakan SDA hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, akan tetapi kini manusia seakan telah buta. Mereka hanya melihat jumlah profit yang akan mereka peroleh, namun tak pernah memperhitungkan nilai-nilai keseimbangan alam. Seiring itu pula, ekstraksi sumber daya alam yang berlebihan ini berdampak pada perubahan fungsi ekosistem. Keberlanjutan sumber daya alam dan fungsi pelayanan lingkungan semakin terancam. Sumber daya alam dan jasa lingkungan semakin langka. Padahal Allah telah berfirman: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan(QS. Al A’raf: 31).
Peningkatan ekonomi ini bagaikan dua sisi mata pisau, disatu sisi sangat dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, namun di sisi lain dapat membunuh manusia jika digunakan tidak semestinya. Dampak positif dari peningkatan ekonomi ini sudah pasti adalah berbagai barang dan jasa yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan dampak negatifnya adalah berbagai bencana yang nantinya dapat mengancam eksistensi manusia di muka bumi ini, dan hal ini pun telah dengan tegas diperingatkan oleh Allah: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”(QS Ar-Rum: 41).
Selain kerusakan akibat eksploitasi yang berlebihan, masih ada dampak negatife lainnya yang timbul karena tingginya aktivitas industrialisasi, misalnya pencemaran akibat pembuangan limbah industri. Limbah industri ini tidak hanya mencemari di darat saja, tetapi telah mengalir menyusuri sungai, sebagian meresap ke dalam tanah dan sebagian yang lain mengalir sampai ke laut dan mencemari seisi lautan, sedangkan yang lain menguap terbang ke angkasa menerobos dan merusak perisai penahan Ultraviolet (UV) yang selama ini melindungi kita yaitu lapisan Ozone (O3). Hal ini tentu tidak lepas dengan kemajuan teknologi saat ini, dimana hal itu dimulai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt menciptakan revolusi besar dalam pola perekonomian. Revolusi industri menjadi tonggak awal percepatan pembangunan ekonomi. Industri dengan tenaga manusia dan hewan berganti dengan mesin-mesin, sehingga produksi semakin pesat. Di sisi lain, peningkatan produksi membutuhkan jumlah sumber daya alam yang banyak. Dampaknya tidak hanya peningkatan nilai ekonomi, tetapi pemenuhan bahan baku industri untuk “menyuapi” mesin-mesin produksi tidak bisa dihindari. Laju eksploitasi berlangsung secara berlebihan. Akibatnya, kerusakan dan pencemaran lingkungan marak terjadi di mana-mana. Laju kerusakan lingkungan bagaikan Valentino Rossi dengan tunganan bernomor 46 miliknya. Sementara laju recovery lingkungan bagaikan kakek-kakek pincang dengan tongkat usangnya.
Namun semua ini sudah terjadi dan tak perlu disesali, yang terpenting sekarang ini adalah bagaimana meminimalisir laju kerusakan yang ada dan meningkatan laju recovery terhadap kerusakan yang sudah ada. Mungkin kita bisa mengikuti filosofi hidup kupu-kupu, dimana ketika ia muda (ulat) ia merupakan perusak alam, ai menggerogoti dedaunan hijau tanpa memperhatikan akan dampak yang akan timbul terhadap pohon tempat ia makan, namun dengan introspeksi diri sesaat di dalam kepompong ia dapat berubah menjadi kupu-kupu nan cantik yang di tunggu oleh bunga-bunga, ia membantu proses penyerbukan, ia membantu pohon yang dulunya ia rusak. Akan tetapi jangan mengikuti fase kupu-kupu yang selanjutnya, dimana selanjutnya ia tetap melahirkan keturunan yang merusak lagi. Jadi mulai sekarang berfikirlah sejenak, renungi semua kesalahan yang telah diperbuat, lalu berubahlah menjadi “manusia-manusia baru” yang lebih menghargai alam. Selain itu, “manusia-manusia baru” ini juga harus membentuk generasi penerusnya agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama yang pernah kita lakukan di masa yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar