Selasa, 27 Maret 2012

Makalah Pengeringan Biji-bijian


DAFTAR ISI




 

KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah dengan judul Pengeringan Biji-Bijian.
Makalah Pengeringan Biji-Bijian ini merupakan tugas kelompok dalam mata kuliah Pengeringan-Pendinginan.
Melalui makalah yang berjudul Pengeringan Biji-Bijian ini yang diharapkan dapat menunjang nilai penulis di dalam mata kuliah Pengeringan-Pendinginan. Selain itu, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. Ir. Nugroho Triwaskito, MP selaku dosen pembimbing serta kepada seluruh pihak yang terlibat di dalam penulisan makalah Pengeringan Biji-Bijian ini.
Penulis menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Malang, 1 Maret 2012


 Penyusun




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknik pengolahan pangan cukup beragam mulai dari cara yang sederhana ,seperti penjemuran sampai yang canggih yang memerlukan peralatan yang rumit dan tenaga khusus yang terlatih. Pengetahuan dasar tentang metode pengawetan pangan, baik yang tradisional yang telah bertahan sepanjang masa maupun yang merupakan hasil ilmu pengetahuan modern, akan membantu pemahaman tentang kedudukan iradiasi pangan diantara berbagai metode tersebut.
Pengeringan memberikan manfaat lain yang penting selain melindungi pangan yang mudah rusak. Pengurangan air menurunkan bobot dan memperkecil volume pangan sehingga biaya pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan juga memudahkan penanganan, pengemasan, pengangkutan dan konsumsi.
Sekarang ini kemajuan teknologi pascapanen di Indonesia menuntut tersedianya bahan  baku yang bermutu tinggi untuk industri pengolahan hasil pertanian. Produk-produk pertanian yang berbentuk butiran, seperti: jagung, padi, kacang-kacangan, kopi, dan lain-lain memerlukan perhatian yang lebih serius, terutama pada proses pengawetan. Proses  pengeringan memegang peranan penting dalam pengawetan suatu bahan. Proses pengeringan juga membantu mempermudah penyimpanan produk pertanian dalam rangka pendistribusian baik dalam skala domestik maupun ekspor. Proses pengeringan butiran bertujuan untuk mengurangi    kandungan airnya sampai batas-batas tertentu, agar tidak terjadi kerusakan akibat aktivitas metabolisme oleh mikroorganisme.
Di Indonesia, pengeringan butiran pada umumnya masih dilakukan dengan memanfaatkan tenaga matahari. Namun, cara ini sangat tergantung pada musim, waktu pengeringan, tenaga kerja yang banyak, dan tempat yang luas. Pengeringan butiran yang berkadar air tinggi, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan dalam jangka waktu lama pada suhu udara pengering yang rendah atau  pengeringan dalam jangka waktu yang lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Akan tetapi, jika pengeringan dilakukan terhadap suatu bahan berlangsung terlalu lama pada suhu yang rendah, maka aktivitas mikroorganisme yang berupa tumbuhnya jamur atau pembusukan menjadi sangat cepat. Sebaliknya, pengeringan yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen bahan yang dikeringkan, baik secara fisik maupun kimia. Oleh karena itu, perlu dipilih carapengeringan yang efektif dan efisien agar tidak terjadi kerusakan pada produk-produk pertanian. 
Di Indonesia, pengeringan biji-bijian dengan menggunakan alat pengering belum Iazim digunakan. Kalaupun ada, masih sangat terbatas penggunaannya. Metode pengeringan buatan yang telah dikembangkan dan diujicobakan antara Iain adalah alat pengering surya (solar dryer), alat pengering tungku dan alat pengering tenaga Iistrik. Beberapa jenis alat pengering yang dapat digunakan antara Iain adalah : Flat Bed-type Dryer, Upright-Type Forced Air Dryer, Circulation Dryer, dan Continuous Flow Dryer. Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa penggunaan alat pengering buatan adalah untuk menghindari kelemahan- kelemahan yang diakibatkan oleh metode pengeringan alami (penjemuran). Pada dasarnya, metode pengeringan buatan dilakukan melalui pemberian panas yang relatif konstan terhadap bahan pangan atau biji-bijian, sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dengan cepat dengan hasil yang maksimal. Dengan pengeringan buatan diharapkan kandungan air mula-mula sekitar  30 % akan turun sedemikian rupa hingga mencapai kadar air 12 - 16 %.Pada kadar air tersebut, biji-bijian telah cukup siap untuk pengolahan Iebih Ianjut (penggilingan) ataupun telah cukup aman dalam penyimpanan.

1.2 Tujuan

Ø Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengeringan & Pendinginan.
Ø Mengetahui Prinsip-Prinsip Dasar Pengeringan.
Ø Mengetahui Pentingnya Pengeringan untuk Komoditi Biji-Bijian.
Ø Mengetahui  Berbagai Metode Pengeringan untuk Komoditi Biji-Bijian.


1.3Manfaat

1.1.1   Bagi mahasiswa :
a.    Mengetahui pengertian pengeringan.
b.    Mengetahui prinsip dan manfaat pengeringan terhadap biji-bijian.
1.1.2   Bagi penulis :
a.    Membiasakan diri untuk menyelesaikan suatu masalah.
b.    Menjadi salah satu sarana untuk melatih diri mengembangkan bakat dalam menulis dan meneliti.
c.    Menghasilkan karya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengeringan.

Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan di Jericho dan berumur sekitar 4000 tahun. Metode ini juga merupakan metode yang sederhana, aman, dan mudah. Dan dibandingkan dengan metode lain, metode ini memiliki daya tahan yang lama dan tidak memerlukan perlakuan khusus saat penyimpanan(Anonim, 2008).
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan (Zaif, 2009).
Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada. Akan tetapi misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman terlebih dulu sebelum dikeringkan. Ini dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan kadar air dapat dimatikan(Anonim, 2008).
Mikro organisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan (Anonim, 2006).
Contoh makanan yang biasa diawetkan dengan menggunakan metode pengeringan adalah buah kering. Buah kering adalah buah yang telah dikeringkan baik sengaja maupun tidak sengaja. Misalnya kismis dan kurma. Selain itu juga ada mie instant. Di pabrik, terdapat suatu proses pengeringan mie sebelum dimasukkan ke dalam bungkus, dll(Anonim, 2008).

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan

Menurut Anonim (2008), pada proses pengeringan selalu diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha–usaha untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa (pindah massa dalam hal ini perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut). Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh keepatan pengeringan maksimum, yaitu :
a.       Luas permukaan
Semakin luas permukaan bahan yang dikeringkan, maka akan semakin cepat bahan menjadi kering. Biasanya bahan yang akan dikeringkan dipotong– potong untuk mempercepat pengeringan.

b.       Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan yang dikeringkan), maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semakin tinggi suhu udara pengering, maka akan semakin besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindah panas semakin cepat sehingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat.
c.       Kecepatan udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari permukaan bahan yang akan dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan.
d.      Kelembaban udara
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya, maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan uap air. Setiap bahan khususnya bahan pangan mempunyai keseimbangan kelembaban udara masing–masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.
e.      Tekanan atm dan vakum
Pada tekanan udara atmosfir 760 Hg (=1 atm), air akan mendidih pada suhu 100oC. Pada tekanan udara lebih rendah dari 1 atmosfir air akan mendidih pada suhu lebih rendah dari 100oC.
P 760 Hg = 1 atrm air mendidih 100oC
P udara < 1 atm air mendidih < 100oC
Tekanan (P) rendah dan suhu (T) rendah cocok untuk bahan yang sensitif terhadap panas , contohnya : pengeringan beku (freeze drying)
f.        Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan, maka semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short Time), Short time dapat menekan biaya pengeringan.

2.3 Pembagian Proses Pengeringan

Menurut Anonim (2008), proses pengeringan terbagi menjadi 3 kategori :
  1. Pengeringan udara atau pengeringan langsung dibawah tekanan atmosfir
Pengeringan ini memanfaatkan udara bebas di atmosfir.
  1. Pengeringan hampa udara
Keuntungan dalam pengeringan ini didasarkan dengan kenyataan penguapan air terjadi lebih cepat di bawah tekanan rendah daripada di bawah tekanan tinggi.
  1. Pengeringan beku.
Pengeringan beku adalah sebuah proses yang memberikan kualitas bahan yang baik dari segi kestabilitas aroma, warna, dan kemampuan rehidrasi. Pengeringan ini didasarkan proses sublimisasi yang berada di temperature 0o celcius dan tekanan 613 Pascal.

2.4 Metode Pengeringan

Menurut Anonim (2008), ada dua metode pengeringan, yaitu:
1.      Pengeringan alami.
Pengeringan alami terdiri dari:.
a.    Sun Drying
Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari sebaiknya dilakukan di tempat yang udaranya kering dan suhunya lebih dari 100o F. Pengeringan dengan metode ini memerlukan waktu 3-4 hari. Untuk kualitas yang lebih baik, setelah pengeringan, panaskan bahan di oven dengan suhu 175 o F selama 10-15 menit untuk menghilangkan telur serangga dan kotoran lainnya.
b.    Air Drying
Pengeringan dengan udara berbeda dengan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dengan cara menggantung bahan di tempat udara kering berhembus. Misalnya di beranda atau di daun jendela. Bahan yang biasa dikeringkan dengan metode ini adalah kacang-kacangan.
Kelebihan:
Kelebihan Pengeringan Alami adalah tidak memerlukan keahlian dan peralatan khusus, serta biayanya lebih murah.
Kelemahan :
Kelemahan Pengeringan Alami adalah membutuhkan lahan yang luas, sangat tergantung pada cuaca, sukar dikontrol, lama, memerlukan tempat penjemuran, mudah terkontaminasi, dan sanitasi hygiene sulit dikendalikan.
2.      Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan terdiri dari:
a.  Menggunakan alat Dehidrator
Pengeringan makanan memerlukan waktu yang lama. Dengan menggunakan alat dehydrator, makanan akan kering dalam jangka waktu 6-10 jam. Waktu pengeringan tergantung dengan jenis bahan yang kita gunakan.
b. Menggunakan oven
Dengan mengatur panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai dehydrator. Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa. Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140o F.
c.  Freeze dryer (pengeringan beku)     
·       Cocok untuk padatan yang sangat sensitif panas (bahan bioteknologis tertentu, bahan farmasi,dan bahan pangan)
·       Pengeringan terjadi di bawah titik triple cairan dengan menyublin air beku menjadi uap, yang kemudian dikeluarkan dari ruang pengering dengan pompa vakum mekanis
·       Menghsilkan produk bermutu tinggi dibandingkan dengan teknik dehidrasi lain.
d.  Spray dryer (Pengering semprot)
·       Cocok untuk bahan yang berbentuk larutan yang sangat kental serta berbentuk pasta (susu, zat pewarna, dan bahan farmasi)
·       Kapasitas beberapa kg/jam hingga 50 ton per jam penguapan (20000 pengering semprot)
·       Umpan yang diatomisasi dalam bentuk percikan disentuhkan dengan udara panas yang dirancang dengan baik.

Kelebihan :
Kelebihan Pengeringan Buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat dikendalikan.
Kelemahan :
 Kelemahan Pengeringan Buatan adalah memerlukan keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.

2.5 Kriteria Pemilihan Alat Pengering

Disamping berdasarkan pertimbangan – pertimbangan ekonomi, pemilihan alat pengering ditentukan oleh faktor – faktor berikut :
1.      Kondisi bahan yang dikeringkan (bahan padat, yang dapat mengalir, pasta, suspensi)
2.      Sifat – sifat bahan yang akan dikeringkan (misalnya apakah menimbulkan bahaya kebakaran, kemungkinan terbakar, ketahanan panas, kepekaan terhadap pukulan, bahya ledakan debu, sifat oksidasi).
3.      Jenis cairan yang terkandung dalam bahan yang dikeringkan (air, pelarut organik, dapat terbakar, beracun)
4.      Kuantitas bahan yang dikeringkan
5.      Operasi kontinu atau tidak kontinu.

2.6 Pengeringan Pada Biji-Bijian.

Di Indonesia, pengeringan biji-bijian dengan menggunakan alat pengering belum lazim digunakan. Kalaupun ada, masih sangat terbatas penggunaannya. Metode pengeringan buatan yang telah dikembangkan dan diujicobakan antara lain adalah alat pengering surya (solar dryer), alat pengering tungku dan alat pengering tenaga listrik. Beberapa jenis alat pengering yang dapat digunakan antara lain adalah : Flat Bed-type Dryer, Upright-Type Forced Air Dryer, Circulation Dryer, dan Continuous Flow Dryer. Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa penggunaan alat pengering buatan adalah untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang diakibatkan oleh metode pengeringan alami (penjemuran).
Pengeringan atau dehydration telah digunakan di seluruh dunia selama berabad-abad untuk pemeliharaan atau pengawetan berbagai jenis makanan dan produk agrikultur. Sasaran utama pengeringan pada bahan pangan adalah untuk melepaskan atau memindahkan air sampai pada batas tertentu dimana microbial penyebab kerusakan pada bahan tidak dapat berproduksi,dan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan. Selain itu pengeringan juga bertujuan untuk meningkatkan stabilitas, pengurangan berat dan volume bahan sehingga dapat  mengurangi ongkos pengiriman, mempermudah pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan atau produk. (Guillermo, Crapiste, dan Rotstein, 1997).
Pada dasarnya, metode pengeringan buatan dilakukan melalui pemberian panas yang relatif konstan terhadap bahan pangan atau biji-bijian, sehingga proses pengeringan dapat berlangsung dengan cepat dengan hasil yang maksimal. Dengan pengeringan buatan diharapkan kandungan air mula-mula sekitar 30 % akan turun sedemikian rupa hingga mencapai kadar air 12 – 16 %. Pengeringan buatan atau pengeringan mekanis dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :
a.    Pengeringan kontinyu/berkesinambungan (continuous drying), dimana pemasukan dan pengeluaran bahan berjalan terus menerus.
b.    Pengeringan tumpukan (batch drying), bahan masuk ke alat pengering sampai pengeluaran hasil kering, kemudian baru dimasukkan bahan berikutnya.
Pada metode berkesinambungan, bahan bergerak melalui ruang pengering dan mengalami kontak dengan udara panas secara paralel atau berlawanan. Pada metode tumpukan terdapat tiga jenis yaitu :
a.    Pengeringan langsung (direct drying), bahan yang dikeringkan langsung berhubungan dengan udara yang dipanaskan.
b.    Pengeringan tidak langsung (indirect drying), udara panas berhubungan dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding-dinding atau tempat meletakkan bahan.  Bahan akan kontak dengan panas secara konduksi.
c.    Pengeringan beku (freeze drying), dalam hal ini bahan ditempatkan pada tempat hampa udara, lalu dialiri udara yang sangat dingin melalui saluran udara sehingga air bahan mengalami sublimasi yang kemudian dipompa ke luar ruang pendingin.
Esmay dan Soemangat (1973) membagi cara pengeringan secara umum ke dalam empat golongan menurut suhu udara pengeringnya, yaitu :
a.       Cara pengeringan dengan suhu sangat rendah (ultra low temperature drying system)
b.      Cara pengeringan dengan suhu rendah (low temperature drying system)
c.       Cara pengeringan dengan suhu tinggi (high temperature drying system)
d.      Cara pengeringan dengan suhu sangat tinggi (ultra high temperature drying system).

2.7 Proses Pengeringan pada Padi/Gabah.

Didalam gabah terdapat kadar air bebas dan terikat. kadar air bebas terdapat dipermukaan gabah, diantara sel-sel pori-pori, kadar air ini mudah teruapkan pada pengeringan. Untuk gambar gabah dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. Macam - macam jenis gabah
Pengeringan merupakan langkah penting dalam penggilingan beras. Pada dasarnya dengan proses pengeringan, gabah tidak akan mudah menjadi rusak, menghentikan kegiatan mikro organisme tertentu dan memudahkan pengolahan lebih lanjut. Dalam proses pengeringan gabah, penurunan kadar air yang terlalu cepat, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, pengeringan yang dimulai dengan panas mendadak, panas yang tidak kontinyu, kadar air gabah yang naik turun, menyebabkan kadar beras pecah tinggi bila digiling.
Keuntungan dan kerugian penjemuran dibandingkan dengan pengeringan menggunakan alat adalah sebagai berikut :
a.       Penjemuran sangat tergantung pada cuaca, contohnya kalau turun hujan terpaksa pengeringan dihentikan. Demikian pula suhu, kelembaban udara dan kecepatan udara tidak dapat diatur, sehingga kecepatan pengeringan tidak seragam.
b.      Mutu gabah kering hasil penjemuran umumnya lebih rendah dari pada hasil pengeringan  menggunakan alat. Hal ini disebabkan karena waktu pengeringan yang lama, keadaan pengeringan tidak dapat dijaga dan diawasi sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerusakan selama penjemuran sangat besar.
c.       Keuntungan proses penjemuran adalah biayanya rendah karena memerlukan biaya dan alat-alat yang lebih murah.

Pada saat proses pengeringan terjadi, perpindahan massa air dari gabah  ke udara dalam bentuk uap air pada permukaan gabah. Dengan pengeringan diharapkan kadar air gabah basah akan turun sedemikian hingga mencapai kadar air sekitar 12 % – 16%, pada kadar ini gabah telah cukup siap untuk pengolahan lebih lanjut (penggilingan) ataupun telah cukup aman dalam penyimpanan.
Alat pengering tipe Batch Dryer terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
1.      Bak pengering yang lantainya berlubang-lubang serta memisahkan bak pengering dengan ruang tempat penyebaran udara panas ( plenum chamber ).
2.      Kipas, digunakan untuk mendorong udara pengering dari sumbernya ke ”Plenum Chamber” dan melewati tumpukan gabah diatasnya.
3.      Unit pemanas, digunakan untuk memanaskan udara pengering agar kelembaban nisbi udara pengering tersebut menjadi turun, sedangkan suhunya naik.

Pada alat pengering tipe batch dryer, udara pengering bergerak dari bawah ke atas melalui gabah dan melepaskan sebagian panasnya untuk menghasilkan proses penguapan. Dengan demikian udara pengering makin ke atas semakin turun suhunya.
Secara umum bahan dapat dibagi dua yaitu : bahan yang dapat mengeluarkan semua air yang dikandungnya seperti tekstil, dan bahan yang tidak dapat mengeluarkan semua air yang dikandungnya seperti biji-bijian. Bahan yang dapat mengeluarkan semua air yang dikandungnya dinamakan bahan tak higroskopik, sedangkan bahan yang masih menyimpan sebagian air yang dikandungnya dinamakan bahan higroskopik.
Bahan tak higroskopik dikeringkan sampai semua air yang dikandungnya keluar. Seandainya bahan tersebut masih mengandung uap air, kemungkinan bahan tersebut rusak disebabkan terjadinya proses kimia atau biologi. Misalnya, kain basah atau lembab yang disimpan lama mungkin akan tumbuh jamur yang disebabkan faktor biologi atau mungkin pula mudah lapuk.
Bahan higroskopik perlu menyimpan sebagian air yang dikandungnya, karena air tersebut akan bertindak sebagai agen pengikat sehingga sel-sel di dalam bahan tersebut tidak pecah. Bahan higroskopik kebanyakan merupakan bahan hasil pertanian, seperti jenis biji-bijian padi, coklat, kopi, dan lada; jenis daun seperti tembakau dan jenis buah seperti mangga dan pisang; atau jenis ikan, udang, dan cumi-cumi kering. Di samping mengikat sel-selnya, kandungan air juga memberi rasa sedap apabila bahan tersebut dimakan. Oleh karena itu, kandungan air ini perlu ditetapkan pada kadar tertentu agar mutu bahan tersebut dapat ditetapkan. Misalnya, kadar air dalam padi yang sesuai untuk disimpan adalah 12 sampai 14%. Kandungan air yang berlebih akan menyebabkan padi menjadi kemerahan setelah dua atau tiga bulan penyimpanan, sedangkan kandungan air yang kurang akan menyebabkan padi tersebut menjadi beras patah setelah digiling. Apabila kandungan air terlalu rendah sering bahan-bahan tersebut menyerap uap air disekitarnya, hal ini menyia-nyiakan proses pengeringan yang dilakukan.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dari makalah diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pengeringan pada komiditi biji-bijian amat sangat penting, karena bila tidak dilakukan dengan baik akan dapat memicu munculnya berbagai dampak negatif yang nantinya dapat berpengaruh pada kualitas dan harga jualnya. Namun apabila dilakukan dengan baik, maka komodidi ini akan dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama walaupun tanpa diberikan pengawet, selain itu biaya produksi juga dapat ditekan karena turunnya ongkos transportasi akibat turunya masa akibat berkurangnya kadar air di dalam komoditi biji-bijian tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Tehnik dan Teknologi Pengawetan pada Makanan - Pendinginan,          Pengasapan, Pengalengan, Pengeringan, Pemanisan dan Pengasinan.           [online], http://organisasi.org/tehnik_dan_teknologi_pengawetan_pada_            pengasapan_pengalengan_pengeringan_pemanisan_dan_pengasinan.,    diakses pada 9 Januari 2011).
Anonim. 2008. Pengeringan. [online],(http://jut3x.multiply.com/journal/item/5/    Metode_Pengeringan, diakses   pada 9 Januari 2011).
Asgar, A. dan R.M. Sinaga. 1992. Pengeringan bawang merah (Allium  ascalinicum L.) dengan menggunakan ruang berpembangkit vortex.  Buletin Penelitian Hortikultura 22(1): 48-52.
Darkam, M. dan R.M. Sinaga. 1994. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap mutu          bawang merah (Allium ascalonicum L.). Buletin Penelitian Hortikultura         26(2): 134-141.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Terjemahan         M. Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.
Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Penerjemah Z.    Nasution. Sastra Hudaya, Bogor.
Eshtiaghi, M., N. Stutre, and D. Knoor. 1994. High pressure and freezing         pretreatment effect on drying, rehidration texture and colour of green        beans, carrots and potatoes. J. Food Sci. 59(6): 1.168-1.170.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan         Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM-Press, Yogyakarta.
Manullang, M. dan I.M. Mercylia. 1995. Pengaruh pengeringan beku beberapa jenis sayuran terhadap kandungan tokoferol. Buletin Teknologi dan   Industri Pangan 6(3): 33-37.
Syaifullah dan Sabari. 1989. Pengeringan dan daya simpan bawang putih (Allium           sativum L.) pada kondisi kamar. Buletin Penelitian Hortikultura 17(3): 67-           73.
Wirakartakusumah, A., Subarna, M. Arpah, D. Syah, dan A.I. Budiwati. 1992.            Pengeringan. Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Proses Industri    Pangan. Institut Pertanian Bogor.
World Health Organization (WHO). 1991. Iradiasi Pangan : Cara Mengawetkan           dan Meningkatkan Keamanan Pangan. Penerbit ITB, Bandung.
Zaif. 2010. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan serta permasalahannya  [online], (http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan-dan-       pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya/, diakses pada 9 Januari 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar