MANUSIA-MANUSIA BARU
Oleh: Adi Santoso
Pada umumnya
manusia akan selalu mencoba untuk memenuhi kebutuhan pribadinya terlebih dahulu
sebelum memikirkan hal lain. Kemudian, akan memikirkan apa yang ada disekitarnya
setelah kebutuhan pribadinya terpenuhi terutama kebutuhan akan makanan. Hal
itulah yang menyebabkan kebanyakan manusia, khususnya di negara berkembang
seperti di Indonesia belum melihat ke arah pengembangan teknologi, terlebih
lagi ke arah pelestarian lingkungan, padahal manusia itu pada hakikatnya adalah
khalifah di muka bumi, hal itu jelas disampaikan oleh Allah SWT di dalam surat
Al-Baqarah ayat 30, dimana Allah SWT berfirman “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”(QS. Al-Baqarah: 30).
Tidak diragukan lagi bahwa yang di maksudkan di dalam ayat tersebut adalah
manusia. Akan tetapi manusia masih belum menunjukkan kapasitasnya sebagai
seorang khalifah, karena pada hakikatnya seorang khalifah haruslah mampu
mendahulukan kepentingan apa yang di pimpinnya sebelum dirinya sendiri, sedangkan kebanyakan manusia
hanya mementingkan perutnya sendiri.
Secara harfiah
makna manusia sebagai khalifah adalah sebagai penguasa yang mengatur semua yang
ada di dunia, mulai dari tumbuhan, hewan, sungai, laut, hutan, bahan tambang,
dan semua SDA yang ada di dunia. Hal itu tertuang dalam firman Allah yang
berbunyi: “Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah: 29). Akan
tetapi dengan wewenang yang sedemikian luar biasa tersebut bukan berarti kita
dapat berbuat sewenang-wenang terhadap alam, karena alam dan isinya tetaplah
milik Allah SWT, dan kita hanya diberikan kekuasaan atas alam tersebut sebagai
pengelola, pemelihara, serta pemakmur. Perintah tersebut secara jelas telah
tertuang dalam Al-Qur’an yang berbunyi: “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.”(QS. Al-Anbiyaa’:107).
Manusia sebagai
khalifah tidak sepantasnya mengikuti paham antroposentrisme
yang menganggap dirinya sebagai pusat dan penguasa alam semesta sehingga ia
boleh bertindak sesuai dengan kemauannya yanpa memperhatikan dampak yang akan
terjadi. Semua itu harus dimulai sekarang juga karena semakin hari kerusakan
alam bukannya mengalami penurunan tetapi justru mengalami peningkatan yang luar
biasa. Kebakaran, penebangan hutan, penambangan, pencemaran air, polusi udara,
dan masih banyak yang lainnya.
Mungkin
manusia-manusia itu akan berdalih bahwa apa yang dilakukannya adalah untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan teknologi, atau untuk
pemenuhan kebutuhan pangan dan energy, sehingga mereka menghalalkan pembukaan
lahan, pembakaran hutan, pengeboran dan penambangan, serta produksi dan
pembuangan limbah ke sungai atau laut, dengan tujuan mendapatkan provit yang
melimpah secara instant, tanpa pertimbangan untuk kehidupan di masa mendatang.
Mungkin juga mereka berdalih desakan ekonomi yang kian mencengkeram merekalah
yang memaksa mereka untuk melakukan perusakan-perusakan alam, mulai dari pembalakan
liar untuk mendapatkan uang, membuka lahan dengan cara membakar agar dapat
memproduksi kebutuhan pangan untuk bertahan hidup yang selanjunya menimbulkan
kebakaran hutan yang luar biasa. Semua itu adalah alasan-alasan klasik yang
biasa dikemukakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Setiap hari di
media-media informasi baik media televisi, media cetak maupun radio selalu
mengaungkan berbagai berita tentang dampak kerusakan, atau mungkin lebih
tepatnya perusakan alam seperti: banjir, tanah longsor, kekeringan, gagal
panen, cuaca buruk, kelaparan, pencemaran lingkungan, serta global warming.
Sebenarnnya hal itu adalah buah dari perbuatan manusia itu sendiri, yang kian
hari semakin menghambur kerusakan di muka bumi. Namun manusia seakan buta dan
tuli sehingga mereka tidak merasa terganggu akan hal itu, bahkan semakin hari
semakin menggila. Buktinya, ditengah ancaman-ancaman keganasan alam, manusia tetap
saja tak peduli dan terus melakukan tindakan yang tak bertanggung jawab
terhadap alam. Padahal Allah dengan jelas telah memperingatkan akan hal itu di
dalam Al-Qur’an: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(QS. Ar-Rum: 41).
Sesungguhnya
manusia adalah mahluk yang sangat luar biasa, mahluk yang istimewa. Bahkan
Allah SWT pun telah mengakuinya, dan menyebut kita sebagai “Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,… (Ali Imran: 110). Itu disebabkan karena Allah telah memberikan akal
kepada manusia. Jika Allah tidak memberikan akal kepada manusia, mungkin
manusia tak ubahnya binatang maupun tumbuhan. Namun, ternyata Allah bermurah
hati memberikan akal kepada manusia sehingga ia dapat berfikir mana yang benar
dan mana yang salah. Pemberian akal tersebut bertujuan agar manusia bisa
memilih hal-hal yang benar yaitu menjalankan semua perintah Allah SWT dan
menjauhkan segala larangannya. Karena akal jualah manusia dapat merancang,
membangun, dan mengembangkan teknologi yang mampu memudahkan kehidupannya. Akan
tetapi sebagian orang hanya menggunakan akalnya tanpa diimbangi dengan agama,
sehingga ia lebih sering bertindak hanya untuk memenuhi nafsunya saja. bahkan
seorang ilmuwan Yahudi seperti Albert Einstein pernah mengatakan “ilmu tanpa
agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”. Dan sepertinya itulah yang kini tengah
terjadi di Indonesia. Mungkin sebagian besar memiliki kartu tanda penduduk (KTP)
Islam, akan tetapi perilakunya tidak mencerminkan status agama yang ada di
KTP-nya tersebut. Seharusnya mereka bisa menjadi seperti yang diperintahkan
oleh Allah yaitu “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.”(QS. Al-Anbiyaa’:107).
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia
memang cenderung berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya terlebih dahulu, namun
akan sangat terlambat apabila kita menunggu kehidupan kita menjadi sejahtera
untuk sekedar berbuat yang lebih arif terhadap alam semesta ini. Dan jikalau
tidak bisa mendahulukan perbaikan alam ini, maka mengerjakannya secara
berdampingan adalah lebih baik, dimana kita berusaha untuk memenuhi
kesejahteraan hidup tetapi tidak mengesampingkan kelestarian alam sekitar kita,
karena mau tidak mau kita akan selalu membutuhkan sumberdaya alam untuk
memenuhi kehidupan kita. Manusia tak akan pernah mampu hidup sendiri tanpa
adanya sokongan dari sumberdaya alam.
Kini sudah
saatnya kita berubah menjadi manusia-manusia baru yang lebih menghargai alam
dan tidak lagi menganggap alam sebagai sebuah objek yang siap pakai, yang bisa
dieksploitasi kapan saja tanpa memberikan kontribusi yang mungkin bisa terus
menjaga kestabilan alam agar tetap bisa menjadi pengerak kehidupan bagi seluruh
penduduk di muka bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar