Senin, 12 Maret 2012

MANUSIA-MANUSIA BARU

MANUSIA-MANUSIA BARU
Oleh: Adi Santoso

Pada umumnya manusia akan selalu mencoba untuk memenuhi kebutuhan pribadinya terlebih dahulu sebelum memikirkan hal lain. Kemudian, akan memikirkan apa yang ada disekitarnya setelah kebutuhan pribadinya terpenuhi terutama kebutuhan akan makanan. Hal itulah yang menyebabkan kebanyakan manusia, khususnya di negara berkembang seperti di Indonesia belum melihat ke arah pengembangan teknologi, terlebih lagi ke arah pelestarian lingkungan, padahal manusia itu pada hakikatnya adalah khalifah di muka bumi, hal itu jelas disampaikan oleh Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah ayat 30, dimana Allah SWT berfirman “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”(QS. Al-Baqarah: 30). Tidak diragukan lagi bahwa yang di maksudkan di dalam ayat tersebut adalah manusia. Akan tetapi manusia masih belum menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang khalifah, karena pada hakikatnya seorang khalifah haruslah mampu mendahulukan kepentingan apa yang di pimpinnya sebelum  dirinya sendiri, sedangkan kebanyakan manusia hanya mementingkan perutnya sendiri.
Secara harfiah makna manusia sebagai khalifah adalah sebagai penguasa yang mengatur semua yang ada di dunia, mulai dari tumbuhan, hewan, sungai, laut, hutan, bahan tambang, dan semua SDA yang ada di dunia. Hal itu tertuang dalam firman Allah yang berbunyi: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah: 29). Akan tetapi dengan wewenang yang sedemikian luar biasa tersebut bukan berarti kita dapat berbuat sewenang-wenang terhadap alam, karena alam dan isinya tetaplah milik Allah SWT, dan kita hanya diberikan kekuasaan atas alam tersebut sebagai pengelola, pemelihara, serta pemakmur. Perintah tersebut secara jelas telah tertuang dalam Al-Qur’an yang berbunyi: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(QS. Al-Anbiyaa’:107).
Manusia sebagai khalifah tidak sepantasnya mengikuti paham antroposentrisme yang menganggap dirinya sebagai pusat dan penguasa alam semesta sehingga ia boleh bertindak sesuai dengan kemauannya yanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi. Semua itu harus dimulai sekarang juga karena semakin hari kerusakan alam bukannya mengalami penurunan tetapi justru mengalami peningkatan yang luar biasa. Kebakaran, penebangan hutan, penambangan, pencemaran air, polusi udara, dan masih banyak yang lainnya.
Mungkin manusia-manusia itu akan berdalih bahwa apa yang dilakukannya adalah untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan teknologi, atau untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan energy, sehingga mereka menghalalkan pembukaan lahan, pembakaran hutan, pengeboran dan penambangan, serta produksi dan pembuangan limbah ke sungai atau laut, dengan tujuan mendapatkan provit yang melimpah secara instant, tanpa pertimbangan untuk kehidupan di masa mendatang. Mungkin juga mereka berdalih desakan ekonomi yang kian mencengkeram merekalah yang memaksa mereka untuk melakukan perusakan-perusakan alam, mulai dari pembalakan liar untuk mendapatkan uang, membuka lahan dengan cara membakar agar dapat memproduksi kebutuhan pangan untuk bertahan hidup yang selanjunya menimbulkan kebakaran hutan yang luar biasa. Semua itu adalah alasan-alasan klasik yang biasa dikemukakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Setiap hari di media-media informasi baik media televisi, media cetak maupun radio selalu mengaungkan berbagai berita tentang dampak kerusakan, atau mungkin lebih tepatnya perusakan alam seperti: banjir, tanah longsor, kekeringan, gagal panen, cuaca buruk, kelaparan, pencemaran lingkungan, serta global warming. Sebenarnnya hal itu adalah buah dari perbuatan manusia itu sendiri, yang kian hari semakin menghambur kerusakan di muka bumi. Namun manusia seakan buta dan tuli sehingga mereka tidak merasa terganggu akan hal itu, bahkan semakin hari semakin menggila. Buktinya, ditengah ancaman-ancaman keganasan alam, manusia tetap saja tak peduli dan terus melakukan tindakan yang tak bertanggung jawab terhadap alam. Padahal Allah dengan jelas telah memperingatkan akan hal itu di dalam Al-Qur’an: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”(QS. Ar-Rum: 41).

Sesungguhnya manusia adalah mahluk yang sangat luar biasa, mahluk yang istimewa. Bahkan Allah SWT pun telah mengakuinya, dan menyebut kita sebagai “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,… (Ali Imran: 110). Itu disebabkan karena Allah telah memberikan akal kepada manusia. Jika Allah tidak memberikan akal kepada manusia, mungkin manusia tak ubahnya binatang maupun tumbuhan. Namun, ternyata Allah bermurah hati memberikan akal kepada manusia sehingga ia dapat berfikir mana yang benar dan mana yang salah. Pemberian akal tersebut bertujuan agar manusia bisa memilih hal-hal yang benar yaitu menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhkan segala larangannya. Karena akal jualah manusia dapat merancang, membangun, dan mengembangkan teknologi yang mampu memudahkan kehidupannya. Akan tetapi sebagian orang hanya menggunakan akalnya tanpa diimbangi dengan agama, sehingga ia lebih sering bertindak hanya untuk memenuhi nafsunya saja. bahkan seorang ilmuwan Yahudi seperti Albert Einstein pernah mengatakan “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”. Dan sepertinya itulah yang kini tengah terjadi di Indonesia. Mungkin sebagian besar memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Islam, akan tetapi perilakunya tidak mencerminkan status agama yang ada di KTP-nya tersebut. Seharusnya mereka bisa menjadi seperti yang diperintahkan oleh Allah yaitu Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(QS. Al-Anbiyaa’:107).
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memang cenderung berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya terlebih dahulu, namun akan sangat terlambat apabila kita menunggu kehidupan kita menjadi sejahtera untuk sekedar berbuat yang lebih arif terhadap alam semesta ini. Dan jikalau tidak bisa mendahulukan perbaikan alam ini, maka mengerjakannya secara berdampingan adalah lebih baik, dimana kita berusaha untuk memenuhi kesejahteraan hidup tetapi tidak mengesampingkan kelestarian alam sekitar kita, karena mau tidak mau kita akan selalu membutuhkan sumberdaya alam untuk memenuhi kehidupan kita. Manusia tak akan pernah mampu hidup sendiri tanpa adanya sokongan dari sumberdaya alam.
Kini sudah saatnya kita berubah menjadi manusia-manusia baru yang lebih menghargai alam dan tidak lagi menganggap alam sebagai sebuah objek yang siap pakai, yang bisa dieksploitasi kapan saja tanpa memberikan kontribusi yang mungkin bisa terus menjaga kestabilan alam agar tetap bisa menjadi pengerak kehidupan bagi seluruh penduduk di muka bumi ini.
Alam ini bukanlah warisan nenek moyang kita, tetapi titipan dari anak cucu kita, jadi akan sangat berdosa apabila kita tidak menjaga amanah ini. Dan akan sangat berdosa apabila anak cucu kita tidak dapat turut menikmati apa yang seharusnya mereka miliki. Mari kita jaga semua ini. Gunakan seperlunya saja, jangan mau ditenggelamkan oleh nafsu, yang hanya menawarkan kenikmatan sesaat, tetapi memberikan dampak kerusakan alam yang abadi. Dari jaman dahulu alam ini telah dieksploitasi tanpa henti, kini saatnya bagi kita berubah menjadi “manusia-manusia baru” untuk dapat membalas kemurahan dan berbagai fasilitas yang diberikan oleh alam kepada kita. Hijaukan alam dengan warna pohon, bersihkan dari polusi dan kurangi perampokan terhadap kekayaannya, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, karena alam juga memiliki batasannya, dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk memulai hal itu sebelum semuanya benar-benar terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar