Kamis, 22 Maret 2012

FRAKSINASI MINYAK KELAPA SAWIT



Minyak goreng telah akrab dalam keseharian. Sebab makanan yang digoreng kerap merupakan makanan kesukaan keluarga. Seperti diketahui bahwa di pasaran, banyak beredar minyak goreng yang terbuat dari beragam bahan dasar. Seperti dari minyak kelapa, minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak biji bunga matahari.
Ada pula minyak goreng sawit yang berbeda dalam proses pembuatannya. Proses pembuatannya yaitu dari buah sawit, diperoleh minyak mentah berwarna jingga kemerahan karena mengandung beta-karoten. Minyak mentah ini terdiri atas dua fraksi, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Untuk menjadi minyak goreng, minyak sawit mentah ini mengalami proses rafinasi (refining) pertama, yaitu penetralan, pencucian, penghilangan warna (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization) sehingga diperoleh refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang terdiri atas dua fraksi: fraksi padat dan fraksi cair.
Proses rafinasi kedua adalah proses fraksinasi yang sering juga disebut sebagai proses penyaringan. Proses fraksinasi ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dari fraksi cair. Caranya dilakukan dengan menurunkan suhu minyak menjadi 20°C. Kemudian disaring sehingga fraksi padat bisa dipisahkan dari fraksi cair. Fraksi padat yang terkandung dalam fraksi cair itu dikenal sebagai solid fat content (SFC).
Secara umum, fraksinasi yaitu proses pemisahan trigliserida yang terdapat pada minyak kelapa sawit berdasarkan titik lelehnya. Pada suhu tertentu trigliserida yang memiliki titik leleh yang lebih rendah akan mengkristal dan akan terpisah dan trigliserida akan terbagi menjadi 2 fraksi, yaitu fraksi padat dan fraksi cair.
Sebelum ditemukannya proses fraksinasi modern, proses pemisahan dilakukan dengan cara pengendapan (settling) dan memanfaatkan gaya grafitasi untuk memisahkan fraksi pada yang lebih berat dengan fraksi cair yang ringan. Metode fraksinasi ini tidak efisien sebab pada fraksi paadt masih terdapat fraksi cair yang terperangkap yaitu sekitar 70%.
Menurut Akoh and David (2002), ada 3 macam proses fraksinasi yang saat ini digunakan yaitu:
Ø  Dry Fractination (Fraksinasi kering)
Pada fraksinasi kering, digunakan suhu 20°C untuk menghasilkan palm olein sekitar 70% dari hasil dan sisanya palm stearin (sebagai bahan shortening dan margarine). Fraksinasi kering kedua dilakukan untuk mendapatkan super palm stearin (untuk minyak goreng) dan palm mid-fraction (sebagai campuran cocoa butter). Dan menggunakan filter atau sentrifuse untuk memisahkan fraksi padat dan cair
Ø  Wet Fractination (Fraksinasi basah)
Fraksinasi basah menggunakan pelarut organik seperti hexane, acetone, isopropanol, dan 2-nitropropane, untuk mengeluarkan minyak sawit dan minyak biji kapas. Fraksinasi basah diaplikasikan pada minyak yang rentan terhadap reaksi oksidasi.
Ø  Fraksinasi dengan menggunakan Aqueuous Detergent Phase
Aqueuous Detergent Phase mengandung 0,5% sodium lauryl sulfate, plus magnesium sulfat sebagai elektrolit. Fase ini dicampur pada fraksi cair dan fraksi padat. Kristal padatan minyak terikat pada fase aqueous dan dipisahkan dari fraksi cair minyak dengan cara sentrifugasi. Air dalam minyak dipisahkan dari kristal dengan cara memanaskan dan sentrifugasi. Kemudian kedua fraksi dicuci dengan air untuk menghilangkan deterjen dan vacuum-dried untuk menghilangkan sisa-sisa air.   
Minyak goreng sawit yang diperoleh dari proses fraksinasi tunggal pada suhu 20°C mengandung sekitar 15-20 persen SFC, sedangkan yang didapat dari proses fraksinasi ganda hanya mengandung sekitar 0-5 persen SFC. Minyak goreng sawit fraksinasi ganda selalu akan berbentuk cair pada suhu rendah karena kandungan SFC-nya juga rendah. Sedangkan minyak goreng sawit fraksinasi tunggal akan membeku apabila direndam dalam air es karena kandungan SFC-nya lebih tinggi.
Dengan kata lain, kandungan asam lemak tak jenuh minyak goreng sawit fraksinasi ganda lebih tinggi ketimbang produk fraksinasi tunggal. Hal ini kerap dikaitkan dengan keadaan minyak (lemak) dalam tubuh. Bahwa minyak yang membeku dalam air es (minyak sawit fraksinasi tunggal) juga akan membeku dalam tubuh manusia. Padahal suhu tubuh adalah 37 derajat Celcius. Tentu saja iklan atau promosi semacam ini mengada-ada dan jelas membodohi konsumen. Sesungguhnya, terlalu berlebihan jika mempermasalahkan komposisi asam lemak dari minyak goreng yang digunakan.
Misalnya, disebutkan minyak goreng yang mengandung asam lemak tidak jenuh lebih baik dibandingkan minyak yang mengandung asam lemak jenuh. Pertama, jumlah minyak yang terdapat dalam makanan yang digoreng relatif sedikit kecuali bahan pangan yang ditumis. Kedua, dalam proses penggorengan akan terjadi kerusakan asam lemak tidak jenuh karena tingginya suhu selama proses penggorengan sekitar 150-180 derajat celcius. Sehingga jumlah asam lemak tidak jenuh yang diharapkan akan terkonsumsi, sesungguhnya sangat sedikit.
Sebenarnya, konsumsi asam lemak tak jenuh berlebihan juga membahayakan kesehatan. Sebab dapat membentuk lebih banyak senyawa radikal dalam tubuh. Sesuatu yang dapat merusak sel-sel dan jaringan tubuh. Sebuah penelitian membuktikan, konsumsi asam lemak tidak jenuh berlebihan akan meningkatkan peluang atherosclerosis akibat rusaknya pembuluh darah oleh senyawa radikal itu.
Para ahli selalu menganjurkan pemakaian asam lemak tidak jenuh tinggi harus disertai pula dengan konsumsi vitamin E yang tinggi pula. Ikatan Dokter Ahli Jantung di AS menganjurkan agar konsumsi minyak/lemak dibatasi sekitar 30 persen dari total kalori yang dikonsumsi (sekitar 90-100 g minyak/lemak per hari). Minyak/lemak tersebut harus terdiri dari 10 persen mengandung asam lemak jenuh (saturated fanty acid/SFA), 10 persen asam lemak tidak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acid/MUFA) dan 10 persen asam lemak tidak jenuh jamak (poly-unsaturated fatty acid/PUFA).




Daftar Pustaka

Anonymous, 2008. Minyak Goreng. http://www.republikaonline.com/ minyakgoreng.mht.

Akoh, Casimir C, dan David, 2002. Food Lipids. Marcel Dekker, Inc. New York

Tidak ada komentar:

Posting Komentar