Jumat, 24 Februari 2012

Pohon Apel dan Anak Laki-Laki Kecil.



Pada suatu ketika di tempat yang jauh, hidup sebatang pohon apel yang sangat besar, kokoh dan berbuah sangat banyak. Di bawah pohon apel itu sering digunakan oleh seorang anak laki-laki kecil untuk berlari dan bermain sambil memakan buah apel yang manis dan lezat itu. Selain itu suasana di bawah pohon itu memang sangat rindang dan nyaman untuk dijadikan tempat bermain ataupun hanya sekedar beristirahat  untuk melepas penat. Akan tetapi anak laki-laki yang sering bermain di bawah pohon apel itu tiba-tiba tidak pernah tampak lagi. Pohon apel pun merasa kesepian dan kehilangan anak kecil tersebut. Setelah beberapa waktu dalam kesepian, tiba- tiba anak itu muncul, akan tetapi ia datang dengan wajah yang sedih. Lalu, dengan lemah lembut pohon apel bertanya kepada anak laki-laki itu “kamu kenapa, kok kelihatannya sedih sekali?” Anak itupun menjawab “Semua teman-temanku punya mainan baru, tapi aku tidak punya, padahal aku juga mau mainan seperti mereka”. Lantas pohon apel pun menjawab ”Aduh maaf aku tidak bisa membantu kamu, aku tidak punya mainan yang seperti kamu minta itu, tapi kalau kamu mau, kamu boleh mengambil beberapa buah apel di pohonku dan menjualnya untuk membeli mainan yang kamu mau itu”, dengan ekspresi yang gembira ia mengusap air matanya dan berkata ”terimakasih pohon apel, aku akan mengambil beberapa buahmu lalu menjualnya untuk ku tukar dengan mainan”. Ia pun langsung memanjat pohon apel itu dan mulai menjatuhkan beberapa buah apel. Setelah itu iapun membawa buah apel itu untuk di jual dan di tukar dengan mainan.
Setelah kejadian itu anak laki-laki itupun tak pernah tampak lagi. Pohon apel pun kembali merasa kesepian, beberapa tahun telah berlalu, tapi anak laki-laki itu belum juga muncul. Hingga pada suatu saat anak laki-laki itu muncul, pohon apel itu pun merasa sangat bahagia, lalu ia berkata ”Kemana saja kamu, ayo kita bermain lagi”. Anak laki-laki itu pun menjawab ”aduh maaf apel, aku tidak punya waktu lagi untuk bermain dengan mu, aku sekarang sudah masuk SMA, aku punya banyak tugas yang harus ku kerjakan, aku datang kemari karena aku sedang bingung, aku harus membeli beberapa buku pelajaran, harganya sangat mahal, padahal aku tidak punya uang sama sekali”. Dengan bijak pohon apel itu pun menjawab “Aduh maaf, aku tidak bisa membantumu, aku tidak punya buku seperti yang kamu butuhkan itu, tapi bila kamu mau kamu bisa mengambil semua buah apelku lalu menjualnya untuk membeli buku yang kamu butuhkan itu”. Tanpa pikir panjang anak laki-laki itu pun langsung mengambil semua buah apel yang ada tanpa memikirkan pohon apel itu. Setelah semua buah apel telah diambil anak laki-laki itu pun pergi meninggalkan pohon apel itu untuk menjual buah apel dan membeli buku pelajaranya yang mahal-mahal itu. Pohon apel pun kembali kesepian.
Bertahun-tahun pohon apel itu dalam kesendiriannya, hingga suatu saat anak itu kembali dengan wajah yang murung dan tampak sedang ada masalah. Dengan lemah lembut pohon apel itu bertanya ”Kamu kenapa kok tampak lesu seperti itu, apakah kamu sedang ada masalah, cerita saja kepadaku mungkin aku bisa membantumu”. Anak itu pun menyahut “Ia, sekarang aku telah menikah tapi aku belum punya rumah untuk tempat tinggalku bersama istri dan anak-anakku nantinya”. Pohon apel pun menjawab keluhan anak laki-laki itu “Aduh maaf aku tidak bisa memberikan rumah yang dapat kamu tinggali bersama istri dan calon anak-anakmu kelak, akan tetapi jika kamu mau kamu boleh memotong semua dahan dan rantingku untuk selanjutnya dapat kamu gunakan untuk membangun rumah yang dapat kamu tinggali bersama istri dan anak-anakmu kelak”. Lagi-lagi tanpa berpikir panjang anak laki-laki itu langsung menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu lalu membawanya untuk digunakan membangun rumah barunya.
Setelah peristiwa itu anak laki-laki itu tak pernah tampak lagi, sehingga pohon apel itu pun kembali harus menikmati kesepiannya. Hingga suatu saat anak itu kembali lagi, pohon apel itu pun merasa sangat senang atas kedatangannya. Kali ini sebelum pohon apel mengungkapkan kegembiraanya anak itu langsung bercerita kepada pohon apel itu bahwa sekarang ia sudah sukses dan telah mendapat semua keinginannya kecuali satu hal, yaitu belayar keliling dunia. Lalu pohon apel pun bertanya ”Lantas kenapa kamu kesini kalau kamu memang ingin berlayar keliling dunia”. Anak itu pun menjawab ”Aku memang ingin berlayar tapi aku tidak punya kapal yang dapat kugunakan untuk berlayar keliling dunia”. Menanggapi jawaban aank itu pohon apelpun menjawab ”Aduh maaf, aku tidak punya kapal yang dapat kamu gunakan untuk berlayar, tapi kalau kamu mau kamu boleh menebang batang pohon ku ini lalu menjadikannya sebuah kapal yang dapat kamu gunakan untuk berlayar keliling dunia”. Sama seperti sebelum-sebelumnya, tanpa berpikir panjang anak itu langsung menebang batang pohon apel tersebut dan membawanya pulang untuk di jadikan kapal yang nantinya akan digunakan untuk berlayar keliling dunia.
Kini yang tersisa dari pohon apel itu hanyalah akar-akar yang mulai mengering di tengah kesendiriannya ditinggal oleh anak laki-laki yang dulu selalu bermain di bawah naungan pohonnya yang teduh dan meneduhkan hati.
Bertahun-tahun telah berlalu hingga akhirnya tampak sesosok lelaki tua yang jalannya pun telah goyah datang mendekat, sepertinya sosok itu sangat lekat dalam ingatan pohon apel itu. Dan benar saja ternyata itu adalah anak kecil yang dulu selalu bermain bersamanya. Pohon apel yang telah sekarat itu pun sangat bahagia atas kedatangan anak laki-laki itu. Dalam keadaan sekarat pohon apel berkata “Maaf nak, kali ini aku sudah tidak punya buah yang dapat di tukar dengan mainan ataupun buku, aku juga sudah tidak punya ranting dan batang yang dapat kau pakai untuk membuat rumah dan kapal, yang ku punya sekarang hanyalah akar-akar yang hampir mengering”. Lalu dengan suara parau anak laki-laki yang mulai dimakan usia itu pun menjawab “sekarang ini aku sudah tidak butuh semua itu, yang kubutuhkan sekarang ini adalah tempat istirahat yang nyaman”. Mendengar hal itu pohon apel yang telah sekarat itu pun berkata “Kalau cuma untuk tempat beristirahat, akar-akarku yang mulai mengering ini masih cukup kokoh dan nyaman untuk sekedar digunakan berbaring”. Lalu laki-laki itu pun berbaring di atas akar-akar pohon apel itu selama beberapa waktu, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya di atas akar-akar apel yang tengah sekarat.
            Dari cerita di atas taukah kalian siapa pohon apel yang sangat lemah lembut, perhatian, penyayang dan sabar itu. Taukah anda, bahwa pohon itu adalah perumpamaan bagi Ibu kita sedangkan anak kecil itu adalah kita. Dari cerita di atas taukah anda, seberapa jahatnya kita terhadap ibu kita, dan seberapa sayangnya ibu kita, hingga beliau mau memberikan semua yang beliau punya kepada kita tanpa pernah memikirkan bahwa hal itu akan menyakitinya, menyusahkannya dan memberatkannya. Akan tetapai kita sebagai anak tidak pernah memikirkan hal itu, bahkan kita selalu saja menuntut apa yang telah menjadi kehendak kita tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada ibu kita. Pernahkah terlintas di fikiran kita, BETAPA JAHAT DAN KEJAMNYA KITA SEBAGAI SEORANG ANAK…........!!!!!

Coba anda jawab pertanyaan sederhana ini:
Apakah aku akan selalu menjadi seperti itu………???
Sampai kapan aku akan seperti itu…………………..???
Kapan aku akan berubah.........................................???
Kapan aku akan membalas semua itu……………….???
Apakah aku masih punya cukup waktu untuk membalas semua itu sebelum AJAL MENJEMPUT KU……………………………….. ! ! ! ! ! ! ! ! !

>SILAHKAN ANDA RENUNGI DAN ANDA FIKIRKAN SEMUA ITU DALAM HATI KECIL ANDA<


“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar