Selasa, 28 Februari 2012

PENGOMPOSAN SEBAGAI ALTERNATIF CARA PENANGGULANGAN SAMPAH


PENGOMPOSAN SEBAGAI ALTERNATIF CARA PENANGGULANGAN SAMPAH

Adi Santoso
Ilmu dan Teknologi Pangan


Abstrak
Santoso, Adi. 2010. Pengomposan sebagai Alternatif Cara Penanggulangan Sampah.         Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing, Drs. M. Badrih, M.Pd.


Kata kunci : Pengomposan, alternatif, cara, penanggulangan, dan sampah.
Sampah telah menjadi masalah di seluruh dunia. Hal itu dikarenakan pengolahan yang kurang tepat, karena hanya di timbun tanpa ada upaya pengurangan maupun pengolahan. Salah satu alternatif yang mungkin bisa dilakukan adalah mengolah sampah menjadi kompos, maupun biogas. Melalui cara tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah.


            Sampah merupakan masalah yang dialami hampir semua negara di dunia. Indonesia sekalipun tidak lepas dari masalah sampah tersebut, terutama dibeberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan. Masalah yang terjadi biasanya adalah terbatasnya luas wilayah yang digunakan untuk menampung sampah, karena sebagian besar wilayah di kota besar biasanya telah dipenuhi dengan berbagai bangunan, baik untuk tempat tinggal maupun industri. Sedangkan produksi sampah dari tahun ke tahun selalu meningkat prosentasenya.
            Di sisi lain, penanganan sampah di tingkat Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah hanya ditimbun tanpa ada upaya pengolahan. Cara tersebut murupakan cara yang kurang efisien bahkan bisa disebut sebagai cara yang tidak ramah lingkungan. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan sangat beragam, meliputi aspek biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Selain itu, TPA juga masih belum dapat memasarkan produk hasil sampingan yang berasal dari sampah. Padahal produk hasil sampingan tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan apabila diolah dengan baik. Misalnya saja kompos, biogas, dan tenaga listrik.
Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan dapat dilakukan secara bersih dan tanpa menghasilkan kegaduhan di dalam maupun di luar ruangan (Mily, 2009). Sedangkan kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sampah dan telah mengalami fermentasi atau yang lebih dikenal dengan istilah pengomposan. Kompos sendiri diharapkan dapat menggantikan pupuk kimia yang harganya cenderung semakin tinggi seiring dengan meningkatya harga BBM. Selain itu, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dan berkelanjutan akan menimbulkan kerusakan pada tanah dan pada akhirnya akan menurunkan hasil panen (Sudrajat, 2007).
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa digunakan Activator Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Keunggulan dari proses pengomposan antara lain teknologinya yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah dalam jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan) (Mily, 2009).
Di masa depan, pertanian di Indonesia bahkan dunia diprediksikan akan kembali pada pertanian organik. Sehingga kebutuhan akan pupuk organik seperti kompos akan meningkat tajam. Secara perlahan tapi pasti, pupuk kompos dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Bahkan produktivitasnya akan melampaui pupuk kimia pada tahun ke-4. Selain itu, dengan penggunaan pupuk kompos secara teratur, kesuburan  tanah yang telah berkurang akibat penggunaan pupuk kimia akan kembali seperti sedia kala (bahkan menjadi lebih baik dan lebih subur), hal ini dikenal dengan istilah rehabilitasi tanah (Sudrajat, 2007).
Pengomposan tidak hanya menghasilkan pupuk kompos, tetapi bila dilakukan pengomposan secara besar-besaran (seperti di dalam areal TPA), akan dapat dihasilkan produk lain seperti biogas. Biogas dapat dimanfaatkan untuk keperluan memasak, maupun sebagai bahan pembangkit listrik. Listrik yang dihasilkanpun cukup potensial, terutama bila diolah secara efektif. Sehingga dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi dan dapat pula mengurangi angka ketergantungan terhadap energi fosil yang harganya semakin tinggi.
Prospek pemasaran hasil pengomposan baik biogas, maupun listrik akan menguntungkan apabila dipasarkan di Indonesia. Karena di saat ini maupun di masa datang Indonesia akan selalu kekurangan energi. Namun, yang menjadi kendala dalam pemasaran, yaitu kebiasaan dalam penggunaan pupuk kimia yang telah melekat pada keseharian para petani Indonesia. Namun perlahan tapi pasti, kebiasaan tersebut akan berubah seiring dengan berjalannya waktu dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan pupuk kimia.
Menurut Santoso (2009), mengemukakan sebagai berikut.
Dalam sampah dan kotoran sungai ditemukan bakteri  yang dapat menghasilkan vitamin B12 yang samajenisnya  dengan vitamin B12 yang dihasilkan oleh hewan. Yang paling aktif dapat memfermentasikan sampah dan kotoran sungai sehingga dihasilkan vitamin B12 adalah bakteri-bakteri yang termasuk Streptomyces. Kadar vitamin B12 dalam sampah dan kotoran sungai berkisar 4,2 – 8,2 µg untuk setiap satu gram berat kering. Diperkirakan dari 26.000 ton sampah dan kotoran sungai akan dihasilkan 465 vitamin B12. Pemberian sampah dan kotoran sungai sebesar 2% pada ternak, ternyata mampu meningkatkan berat badan ternak. Sampah dan kotoran sungai mengandung senyawa organic 40-85%, mineral 15-70%, nitrogen 1-10%, fosfat 1-4,5% dan kalium 0,1-4,5%. Sampah rumah tangga, sampah restoran, kertas, kotoran ternak, limbah pertanian dan industri yang bersifat sampah organik semuanya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Untuk mengatasi masalah sampah, dibutuhkan sistem pengolahan yang baik. Pengolahan sampah harus bertujuan untuk kebersihan lingkungan, bukan mementingkan nilai ekonomis semata. Apalagi sampai menimbulkan permasalahan baru di wilayah sekitar TPA.
Pengomposan merupakan salah satu sistem pengolahan sampah yang cukup sederhan. Selain mengurangi sampah, pengomposan juga memberikan beberapa nilai tambah yang positif baik dalam bidang ekonomi maupun pada lingkungan.
Berdasar uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengomposan merupakan metode pengolahan sampah yang murah dan ramah lingkungan. Sehingga pengomposan dapat dijadikan alternatif di dalam penanggulangan sampah.

Kesimpulan
Sampah merupakan masalah yang dialami hamper semua kota besar. Salah satu penyebabnya adalah metode pengolahannya yang kurang sesuai karena hanya melakukan penimbunan tanpa ada upaya untuk mengurangi jumlah sampah yang ada. Sebenarnya telah banyak alternatif pengolahan sampah yang sangat ramah lingkungan bahkan dapat memberikan tambahan pemasukan. Alternatif tersebut adalah pengomposan, dan pengolahan sampah menjadi biogas. Akan tetapi belum banyak TPA yang menggunakannya dalam pengolahan sampah.
Oleh karena itu diperlukan kajian ulang terhadap metode pengolahan sampah yang ada areal TPA yang ada di Indonesia agar sampah bukan hanya menjadi masalah tapi dapat menjadi sumber pendapatan dan mata penceharian baru bagi masyarakat.


Saran
Berdasarkan hasil penulisan artikel ilmiah “Pengomposan sebagai Alternatif Cara Penanggulangan Sampah”, penulis merasa kurang sempurna dalam cara pendeskripsian atau pemaparan, cara penulisan, format penulisan maupun isi dari materi yang disampaikan. Oleh karena itu, penulis memohon masukan dari pembaca untuk perbaikan artikel ilmiah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Mily, 2009. Kompos, Alternatif Problem Sampah, [online],   (http://mily.wordpress.com/2009/02/28/sampah/, diakses pada 27 Desember         2010).
Santoso, Urip. 2009. Penanganan Sampah untuk Menuju Kota Bersih dan Sehat, [online],   (http://uripsantoso.wordpress.com/2009/01/12/penanganan-sampah-untuk-  menuju-kota-bersih-dan-sehat/, diakses pada 27 Desember 2010).
Sudrajat, R. 2007. Mengelola Sampah Kota. Depok: Penebar Swadaya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar