PENGOMPOSAN SEBAGAI ALTERNATIF CARA
PENANGGULANGAN SAMPAH
Adi Santoso
Ilmu dan Teknologi Pangan
Abstrak
Santoso, Adi. 2010. Pengomposan
sebagai Alternatif Cara Penanggulangan Sampah. Universitas
Muhammadiyah Malang. Pembimbing, Drs. M. Badrih, M.Pd.
Kata
kunci : Pengomposan, alternatif, cara, penanggulangan, dan sampah.
Sampah telah menjadi masalah di seluruh dunia. Hal itu
dikarenakan pengolahan yang kurang tepat, karena hanya di timbun tanpa ada
upaya pengurangan maupun pengolahan. Salah satu alternatif yang mungkin bisa
dilakukan adalah mengolah sampah menjadi kompos, maupun biogas. Melalui
cara tersebut diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah.
Sampah merupakan masalah yang
dialami hampir semua negara di dunia. Indonesia sekalipun tidak lepas dari
masalah sampah tersebut, terutama
dibeberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang,
dan Medan. Masalah yang terjadi biasanya adalah terbatasnya luas wilayah yang
digunakan untuk menampung sampah, karena sebagian besar wilayah di kota besar biasanya telah
dipenuhi dengan berbagai bangunan, baik untuk tempat tinggal maupun industri.
Sedangkan produksi sampah dari tahun ke tahun selalu meningkat prosentasenya.
Di sisi lain, penanganan sampah di
tingkat Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah hanya ditimbun tanpa ada upaya
pengolahan. Cara tersebut murupakan cara yang kurang efisien bahkan bisa
disebut sebagai cara yang tidak ramah lingkungan. Adapun dampak negatif yang
ditimbulkan sangat beragam, meliputi aspek biofisik, sosial, ekonomi, dan
budaya.
Selain itu, TPA juga
masih belum dapat memasarkan produk hasil sampingan yang berasal dari sampah.
Padahal produk hasil sampingan tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup
menjanjikan apabila diolah dengan baik. Misalnya saja kompos, biogas, dan tenaga listrik.
Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik
secara biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir
berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan dapat dilakukan
secara bersih dan tanpa menghasilkan kegaduhan di dalam maupun di luar ruangan
(Mily, 2009). Sedangkan kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sampah
dan telah mengalami fermentasi atau yang lebih dikenal dengan istilah
pengomposan. Kompos sendiri diharapkan dapat menggantikan pupuk kimia yang
harganya cenderung semakin tinggi seiring dengan meningkatya harga BBM. Selain
itu, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dan berkelanjutan akan
menimbulkan kerusakan pada tanah dan pada akhirnya akan menurunkan hasil panen (Sudrajat,
2007).
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa
digunakan Activator Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Keunggulan dari proses pengomposan antara lain
teknologinya yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat
menangani sampah dalam jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan) (Mily,
2009).
Di masa depan, pertanian di Indonesia bahkan dunia diprediksikan akan
kembali pada pertanian organik. Sehingga kebutuhan akan pupuk organik seperti
kompos akan meningkat tajam. Secara perlahan tapi pasti, pupuk kompos dapat
meningkatkan produktivitas tanaman. Bahkan produktivitasnya akan melampaui
pupuk kimia pada tahun ke-4. Selain itu, dengan penggunaan pupuk kompos secara teratur, kesuburan tanah yang telah berkurang akibat penggunaan pupuk kimia akan kembali seperti sedia kala (bahkan
menjadi lebih baik dan lebih subur), hal ini dikenal dengan istilah rehabilitasi tanah (Sudrajat, 2007).
Pengomposan tidak hanya
menghasilkan pupuk kompos, tetapi bila dilakukan pengomposan secara
besar-besaran (seperti di
dalam areal TPA), akan dapat
dihasilkan produk lain seperti biogas.
Biogas dapat dimanfaatkan untuk keperluan memasak, maupun sebagai bahan pembangkit listrik.
Listrik yang dihasilkanpun cukup potensial,
terutama bila diolah secara efektif. Sehingga dapat memberikan nilai
tambah secara ekonomi dan dapat pula mengurangi angka ketergantungan terhadap
energi fosil yang harganya semakin tinggi.
Prospek pemasaran hasil
pengomposan baik biogas, maupun
listrik akan menguntungkan apabila
dipasarkan di Indonesia. Karena di
saat ini maupun di masa datang Indonesia akan selalu kekurangan energi. Namun, yang menjadi kendala dalam
pemasaran, yaitu kebiasaan
dalam penggunaan pupuk kimia yang telah melekat pada keseharian para petani
Indonesia. Namun perlahan tapi pasti, kebiasaan tersebut akan berubah seiring
dengan berjalannya waktu dan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan pupuk kimia.
Menurut Santoso (2009), mengemukakan sebagai berikut.
Dalam sampah
dan kotoran sungai ditemukan bakteri
yang dapat menghasilkan vitamin B12 yang samajenisnya dengan vitamin B12 yang dihasilkan oleh
hewan. Yang paling aktif dapat memfermentasikan sampah dan kotoran sungai
sehingga dihasilkan vitamin B12 adalah bakteri-bakteri yang termasuk
Streptomyces. Kadar vitamin B12 dalam sampah dan kotoran sungai berkisar 4,2 –
8,2 µg untuk setiap satu gram berat kering. Diperkirakan dari 26.000 ton sampah
dan kotoran sungai akan dihasilkan 465 vitamin B12. Pemberian sampah dan
kotoran sungai sebesar 2% pada ternak, ternyata mampu meningkatkan berat badan
ternak. Sampah dan kotoran sungai mengandung senyawa organic 40-85%, mineral
15-70%, nitrogen 1-10%, fosfat 1-4,5% dan kalium 0,1-4,5%. Sampah rumah tangga,
sampah restoran, kertas, kotoran ternak, limbah pertanian dan industri yang
bersifat sampah organik
semuanya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Untuk mengatasi masalah sampah, dibutuhkan sistem pengolahan yang baik.
Pengolahan sampah harus bertujuan untuk kebersihan lingkungan, bukan
mementingkan nilai ekonomis semata. Apalagi sampai menimbulkan permasalahan
baru di wilayah sekitar TPA.
Pengomposan merupakan salah
satu sistem pengolahan sampah yang cukup sederhan. Selain mengurangi sampah,
pengomposan juga memberikan beberapa nilai tambah yang positif baik dalam bidang
ekonomi maupun pada lingkungan.
Berdasar uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengomposan merupakan metode pengolahan sampah yang murah dan
ramah lingkungan. Sehingga pengomposan dapat dijadikan alternatif di dalam
penanggulangan sampah.
Kesimpulan
Sampah merupakan masalah yang dialami hamper semua kota besar. Salah satu
penyebabnya adalah metode pengolahannya yang kurang sesuai karena hanya
melakukan penimbunan tanpa ada upaya untuk mengurangi jumlah sampah yang ada.
Sebenarnya telah banyak alternatif pengolahan sampah yang sangat ramah
lingkungan bahkan dapat memberikan tambahan pemasukan. Alternatif tersebut
adalah pengomposan, dan pengolahan sampah menjadi biogas. Akan tetapi
belum banyak TPA yang menggunakannya dalam pengolahan sampah.
Oleh karena itu diperlukan kajian ulang terhadap metode pengolahan sampah
yang ada areal TPA yang ada di Indonesia agar sampah bukan hanya menjadi
masalah tapi dapat menjadi sumber pendapatan dan mata penceharian baru bagi
masyarakat.
Saran
Berdasarkan hasil penulisan artikel ilmiah “Pengomposan sebagai Alternatif Cara Penanggulangan Sampah”,
penulis merasa kurang sempurna dalam cara pendeskripsian atau pemaparan, cara
penulisan, format penulisan maupun isi dari materi yang disampaikan. Oleh
karena itu, penulis memohon masukan dari pembaca untuk perbaikan artikel ilmiah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mily, 2009. Kompos, Alternatif Problem Sampah, [online], (http://mily.wordpress.com/2009/02/28/sampah/,
diakses pada 27 Desember 2010).
Santoso, Urip. 2009. Penanganan Sampah untuk Menuju Kota Bersih dan
Sehat, [online], (http://uripsantoso.wordpress.com/2009/01/12/penanganan-sampah-untuk- menuju-kota-bersih-dan-sehat/, diakses pada 27
Desember 2010).
Sudrajat, R. 2007. Mengelola Sampah Kota. Depok: Penebar
Swadaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar