MAKALAH
Pengaruh
Tekanan, Suhu dan Kadar Garam Terhadap Pengolahan Hasil Pertanian
Oleh
Adi Santoso
201010220311026
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian-Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
2011
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya penulis mampu
menyelesaikan makalah dengan judul Pengaruh Tekanan, Suhu dan Kadar Garam
Terhadap Pengolahan Hasil Pertanian.
Makalah
Pengaruh Tekanan, Suhu dan Kadar Garam Terhadap Pengolahan Hasil Pertanian ini
merupakan tugas akhir semester I (satu) mata kuliah Fisika Dasar.
Melalui
makalah yang berjudul Pengaruh Tekanan, Suhu dan Kadar Garam Terhadap
Pengolahan Hasil Pertanian ini yang diharapkan dapat menunjang nilai
penulis di dalam mata kuliah Fisika Dasar. Selain itu, dengan hadirnya makalah
ini dapat memberikan informasi yang dapat menjadi pengetahuan baru bagi
pembacanya.
Pada
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Tedjo
Budi Wiyono selaku dosen pembimbing serta kepada seluruh pihak yang terlibat di
dalam penulisan makalah Pengaruh Tekanan, Suhu dan Kadar Garam Terhadap
Pengolahan Hasil Pertanian ini.
Penulis
menyadari bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Malang,
Januari 2011
Penulis
Adi Santoso
(201010220211026)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pangan
merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap
pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik
negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan
yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara
pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap
bahan pangan yang akan dikonsumsi.
1.2
Rumusan Masalah
“Bagaimanakah peranan suhu, tekanan dan kadar garam
terhadap pengolahan hasil pertanian ?”
1.3
Tujuan
“Untuk
mengetahui peranan
suhu, tekanan, dan kadar garam terhadap pengolahan hasil pertanian ”.
1.4
Manfaat
1.4.1
Bagi mahasiswa :
a.
Mengetahui pengertian manusia suhu, tekanan, dan kadar garam.
b.
Mengetahui peranan suhu, tekanan, dan kadar garam terhadap
pengolahan hasil pertanian.
1.4.2
Bagi penulis :
a.
Membiasakan diri untuk menyelesaikan suatu
masalah.
b.
Menjadi salah satu sarana untuk melatih diri
mengembangkan bakat dalam menulis dan meneliti.
c.
Menghasilkan karya yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat.
1.5
Pembatasan Masalah
Penerapan peranan suhu, tekanan, dan kadar garam terhadap
pengolahan hasil pertanian.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengolahan Hasil Pertanian
Pengolahan
Pasil Pertanian adalah
kegiatan usaha yang memproses bahan
nabati (berasal dari tanaman) atau hewani (berasal dari hewan, termasuk ikan). Proses
yang diterapkan mencakup perubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau
kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi, serta teknologi yang
mempelajari penerapan prinsip-prinsip kimia/biokimia, fisika dalam penanganan,
pengolahan dan peningkatan nilai tambah hasil pertanian (nabati dan hewani),
baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk bahan baku industri. Sedangkan definisi
Teknologi Pangan adalah penerapan ilmu dan teknik pada penelitian, produksi, pengolahan, distribusi, penyimpanan
pangan dan pemanfaatannya (Mangunwidjaja, 2005).
2.2
Suhu
Penggunaan
suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis
dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk. Beberapa
perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak
disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk
mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui
proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi,
enzimatis maupun mikrobial.
Perlakuan
panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C. Proses
blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi,
sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir.
Pasteurisasi menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar
daripada blansir.
Pasteurisasi
akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen (penyebab peyakit)
dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi penyebab kerusakan pangan
dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi lemak (ketengikan) yang
terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan, sayuran, susu, daging dan
reaksi pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi
kehadiran oksigen (Anonim, 2008).
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan
sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti
halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena
dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung
dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan.
Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh
mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng
tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi,
pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk,
sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di
hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3
yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di
atas 1000 C (Zaif, 2009).
Kisaran suhu
dimana mikroba mati disebut suhu letal dan merupakan kisaran suhu yang sempit.
Berdasarkan suhu pertumbuhannya mikroba dikelompokan menjadi 3 yaitu:
Ø Mikroba sfikofilik atau spikotrofik yaitu mikroba yang
dapat tumbuh baik pada kisaran suhu 7-100C dan menyebabkan kebusukan produk
pangan yang disimpan pada suhu rendah.
Ø Mikroba mesofilik yaitu mikroba yang tumbuh baik pada
kisaran suhu 25-400C. suhu pertumbuhan optimum antara 35-370C. Sebagian besar
mikroba yang tumbuh pada makanan tergolong mesofilik.
Ø Mikroba termofilik yitu mikroba yang dapat tumbuh pada
suhu tinggi mulai dari 400C. suhu pertumbuhan optimumnya antara 55-650C (Awal, 2010).
Contoh penggunaan suhu dalam pengolahan pangan :
v Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan
dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan
pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C.
Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau
minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat
mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun.
Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya
terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah
dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan
pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair
kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat
kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya
terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan
pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah (Zaif, 2009).
v Pengeringan.
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air
yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut
di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di
dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di
keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping
keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu
karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya,
misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu
pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali
(rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara
untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan.
Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat
berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan
tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan
tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan (Zaif, 2009).
Mikro
organisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik
pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin
dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar
air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan (Anonim, 2006).
2.3
Kadar Garam
Garam
dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan yang pertama
dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan.
Demikian pula, pengasaman pangan telah dipergunakan secara luas, sebelum
perannya sebagai penghambat kerusakan dipahami. Pengasapan dan pengeringan
telah juga digunakan secara luas dalam kombinasinya dengan garam, terutama
untuk produk-produk daging dan ikan.
Garam dan asam
dipergunakan secara luas dalam pengawetan produk-produk sayuran, di mana
mentimun, kubis dan bawang merupakan contoh-contoh yang penting di masyarakat
Barat. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging dan
bahan pangan lainnya di Indonesia (Anonim, 2010).
Sifat Garam :
Garam memberi
sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar.
Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan
juga pembentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar
garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogenik,
termasuk Clostridium botulinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus,
dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa
mikroorganisme terutama jenis-jenis Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh
cepat dengan adanya garam dan terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang
tidak dikehendaki. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi
mengembalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari
pengaruh racunnya. Beberapa organisme seperti bakteri halofilik dapat tumbuh
dalam larutan garam yang hampir jenuh, tetapi mikroorganisme ini membutuhkan
waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan
(Anonim, 2010).
2.4
Tekanan
Pascalization, atau tinggi tekanan pengolahan (HPP), adalah
metode pengawetan dan sterilisasi makanan, di mana produk diproses sangat tinggi di
bawah tekanan , yang mengarah ke inaktivasi tertentu mikroorganisme dan enzim dalam makanan. The Teknik ini
dinamakan Blaise Pascal , seorang ilmuwan Perancis dari abad ke-17 yang
karyanya termasuk rincian efek dari tekanan pada cairan.Selama pascalization,
lebih dari 50.000 pounds per square inch (340.000.000 Pa) dapat digunakan
selama sekitar lima belas menit, yang mengarah ke inaktivasi ragi , jamur , dan bakteri (Wikipedia)
Tekanan tinggi
pengolahan (HPP), juga digambarkan sebagai tekanan hidrostatik tinggi (HHP),
atau tekanan ultra tinggi (UHP) pengolahan, subjek makanan cair dan padat,
dengan atau tanpa kemasan, untuk tekanan antara 100 dan 800 MPa. Proses
temperatur selama pengobatan tekanan dapat ditentukan dari bawah 0° C (untuk
meminimalkan efek panas adiabatik) di atas 100° C. Kapal secara unik
dirancang untuk aman menahan tekanan tersebut selama siklus banyak. kali
pemaparan Komersial pada tekanan dapat berkisar dari pulsa milidetik (diperoleh
dengan pompa osilasi) dengan waktu perawatan lebih dari 1200 s (20
menit). Berbeda dengan pengolahan termal, kebutuhan ekonomi untuk
throughput dapat membatasi waktu paparan praktis untuk kurang dari 20
menit. Tekanan yang digunakan dalam HPP makanan tampaknya memiliki
pengaruh yang kecil pada ikatan kovalen (Tauscher 1998, 1999 dalam Anonim, 2010),
dengan demikian, makanan mengalami perlakuan HPP pada atau dekat suhu ruangan
tidak akan mengalami perubahan kimiawi yang signifikan disebabkan oleh
perlakuan tekanan itu sendiri. HPP dapat dikombinasikan dengan panas untuk
mencapai tingkat peningkatan inaktivasi mikroba dan enzim. perubahan kimia
dalam makanan biasanya akan menjadi fungsi dari temperatur proses dan waktu
yang dipilih dalam hubungannya dengan pengobatan tekanan.
HPP berbeda
dari homogenisasi cairan dalam dekompresi yang dicapai dengan memperluas
makanan dikompresi terhadap cairan menghambat menyebabkan ia melakukan
pekerjaan dan dengan demikian menurunkan suhu terhadap nilai
aslinya. Homogenisasi menghilang bekerja kompresi sebagai panas dengan
memperluas produk melalui sebuah lubang atau kapiler.
HPP bertindak
cepat dan merata di seluruh massa makanan independen ukuran, bentuk, dan
komposisi makanan. Dengan demikian, paket ukuran, bentuk, dan komposisi
tidak faktor dalam penentuan proses. Pekerjaan kompresi selama perawatan
HPP akan meningkatkan suhu makanan melalui pemanasan adiabatik sekitar 3 ° C
per 100 MPa, tergantung pada komposisi makanan.Misalnya, jika makanan tersebut
mengandung sejumlah besar lemak, seperti mentega atau krim, kenaikan suhu bisa
lebih besar. Makanan dingin ke suhu asli mereka pada dekompresi jika panas
tidak ada yang hilang atau diperoleh dari dinding kapal tekanan selama terus
waktu pada tekanan. Gambar 1 menunjukkan kenaikan suhu khas untuk air dan
lemak sebagai fungsi dari tekanan kompresi. Suhu awal seragam dibutuhkan
untuk mencapai kenaikan suhu seragam dalam sistem homogen selama kompresi.
Sedangkan suhu
dari makanan homogen (satu dengan kurang dari 25% lemak) akan meningkatkan
uniformly karena kompresi, distribusi temperatur di massa makanan selama
periode holding pada tekanan dapat berubah karena perpindahan panas ke atau
dari dinding tekanan kapal. Kapal Tekanan harus diadakan pada suhu yang
sama dengan meningkatkan suhu makanan akhir dari kompresi untuk kondisi yang
benar-benar isotermal. Suhu distribusi
harus ditentukan dalam makanan dan direproduksi setiap siklus pengobatan jika
suhu merupakan bagian integral dari proses spesifikasi HPP inaktivasi mikroba.
Makanan
penurunan volume sebagai fungsi dari tekanan yang dikenakan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar. 2. Sebuah ekspansi yang sama terjadi pada
dekompresi. Untuk alasan ini kemasan yang digunakan untuk makanan yang
diolah HPP harus mampu menampung hingga pengurangan 15% dalam volume, dan
kembali ke volume awalnya, tanpa kehilangan integritas segel dan properti penghalang.
Mengenai HPP
sebagai teknologi pengolahan makanan, semakin besar tingkat tekanan dan waktu
aplikasi, semakin besar potensi untuk perubahan penampilan makanan yang
dipilih. Hal ini terutama berlaku untuk mentah, makanan tinggi protein
mana tekanan-akibat denaturasi protein akan secara visual jelas. Tekanan
hidrostatik juga dapat menyebabkan perubahan struktural dalam makanan
struktural rapuh seperti stroberi atau selada. Cell deformasi dan
kerusakan sel membran dapat mengakibatkan hilangnya sel lembek dan
serum. Biasanya perubahan ini tidak diinginkan karena makanan akan muncul
untuk diproses dan tidak lagi segar atau mentah. Produk makanan yang telah
dibawa ke pasar atau yang saat ini mempekerjakan HPP dalam pembuatan mereka
termasuk jeli buah dan selai, jus buah, salad dressing pourable, cumi mentah,
kue beras, foie gras, ham, dan guacamole (Anonim, 2010).
Ø
Mekanisme
kerja :
Peralatan
pengawetan dengan tekanan tinggi menggunakan proses perendaman produk pangan
(umumnya dengan air) dalam tabung yang tekanannya bisa ditingkatkan. Caranya
dengan memompakan cairan tambahan ke tabung yang volumenya tetap atau dengan
memperkecil volume tabung.
Karena itu,
proses pengawetan itu sering disebut High Hydrostatic Pressure (HHP). Istilah
lain yang sering dijumpai pada literatur adalah Ultra High Pressure (UHP) dan
High Pressure Processing (HPP).
Untuk
keperluan keselamatan kerja, tabung harus didesain mampu menahan tekanan
tinggi, sampai 800 Mpa, dalam waktu operasi cukup lama. Dalam operasinya,
proses perlakuan tekanan tinggi ini bisa dilakukan secara batch maupun
semi-kontinu. Desain saat ini membuat tekanan dengan pompa osilasi dalam bentuk
pulsa bersiklus, selama sekitar 20 menit.
Karena
pengaruh tekanan tinggi, air dan produk pangan akan terkompresi. Pada tekanan
600 Mpa, volume air akan berkurang sampai 15 persen. Karena itu, pengemas
produk harus didesain cukup kuat (terutama bagian sambungan) untuk mampu
menahan kompresi dan fluktuasi volume.
Salah satu
keuntungan dari proses ini adalah tekanan yang dihasilkan secara instan akan
disebarkan secara merata kesegala arah, ke seluruh bagian tabung. Dengan
demikian, tidak terdapat gradien tekanan pada produk pangan.
Faktor kritis pengawetan dengan tekanan tinggi adalah
perlakuan tekanan, selang waktu pada tekanan tinggi, waktu yang diperlukan bagi
alat mencapai tekanan yang diinginkan, waktu dekompresi, perlakuan suhu, suhu
awal produk, distribusi suhu pada tabung tekanan, pH produk, komposisi produk,
aktivitas air, bahan dan integritas pengemas serta proses pendukung lainnya (Hariyadi,
2010).
Ø
Mekanisme
pengawetan :
Umumnya
bakteri akan terganggu membran selnya jika dikenai perlakuan tekanan 250 Mpa.
Jika diberi pulsa tekanan sampai 600 Mpa dan kemudian dikembalikan pada tekanan
atmosfer, maka kerusakan membran akan mengganggu fungsi-fungsi seluler sehingga
akhirnya mikroba mati.
Dalam berbagai
penelitian terakhir, dilaporkan bahwa pemusnahan mikroba patogen -seperti
Listeria pada produk-produk daging, Salmonella pada telur dan unggas, Vibrio
pada oyster, dapat dilakukan dengan baik melalui perlakuan HPP.
Perlakuan
tekanan tinggi juga secara efektif membunuh mikroba patogen pada jus jeruk
yaitu Salmonella dan E coli 0157:H7; tanpa harus mengubah kesegaran dan
karakterisktik alami lainnya. Spora lebih sulit diinaktivasi dengan tekanan
tinggi. Mikroba yang paling tahan tekanan sampai saat ini adalah endospora
bakteri gram-positip.
Tahun 1932,
Basset dan Macheboeuf menemukan spora Bacillus subtilis yang ternyata mampu
bertahan pada tekanan 1,724 MPa (250,000 psi) selama 45 menit. Tanpa
dikombinasikan dengan kenaikan suhu (45ºC sampai 70ºC), maka perlakuan HPP pada
kisaran 500-700 MPa tidak efektif membunuh spora. Karena itulah maka perlakuan
HPP biasanya dikombinasikan dengan perlakuan peningkatan suhu (tidak terlalu
tinggi) dan penurunan pH.
Enzim atau
protein juga relatif lebih sulit diinaktivasi dengan perlakuan HPP. Enzim yang
mengkatalisis reaksi pencoklatan pada buah-buahan merupakan enzim yang tahan
terhadap perlakuan tekanan tinggi, sehingga tetap menyebabkan pencoklatan pada
produk buah-buahan yang diproses dengan HPP. Karena itu diperlukan perlakuan
pendahuluan berupa blansir untuk menginaktivasi enzim pencoklatan (Hariyadi, 2010).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1
Kesimpulan
Dari makalah
diatas, maka peulis dapat menyimpulkan bahwa suhu, tekanan dan kadar garam
merupakan aspek penting di dalam teknologi pengolahan hasil pertanian, terutama
bagi industri makanan baik yang bersekala besar maupun industri rumahan. Hal
tersebut dikarenakan suhu, tekanan dan kadar garam merupakan aspek yang dapat
mengontrol tingkat kecepatan pertumbuhan mikroba sehingga dapat didunakan
sebagai penambah umur pada produk hasil
pengolahan pangan yang sampai saat ini dinyatakan aman dan tidak memiliki efek
samping yang merugikan bagi konsumenya.
Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa peranan suhu, tekanan dan kadar garam di dalam
teknologi pengolahan hasil pertanian sangatlah besar sebagai metode atau cara
pengawetan pangan yang aman.
1.2
Saran
Bagi produsen
makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat keuntungan yang besar tetapi juga
memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinyayaitu dengan
menggunakan zat aditf yang tidak membahayakan bagi kesehatan
Bagi Dinas
kesehatan c/q Pengawasan makanan dan minuman hendaknya sebelum mengeluarkan
nomor registrasi mengetahui kandungan zat yang ada didalamnya terutama yang
membahayakan kesehatan.
Bagi instansi
terkait hendaknya memberikan informasi kepada khalayak luas tentang bahan kimia
atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan
minuman yang mengganggu kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2006. Tehnik dan Teknologi Pengawetan
pada Makanan - Pendinginan, Pengasapan, Pengalengan, Pengeringan,
Pemanisan dan Pengasinan. [online],
http://organisasi.org/tehnik_dan_teknologi_pengawetan_pada_ pengasapan_pengalengan_pengeringan_pemanisan_dan_pengasinan., diakses pada 9 Januari 2011).
Anonim.
2008. Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan ( Pangan ). [online], (http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Prinsip%20dan%20 Teknik20Pengawetan%20Makanan%20(%20Pangan%20)&&nomorurut_ artikel=93, diakses pada 9
Januari 2011).
Anonim. 2010. inetika
inaktivasi mikroba untuk Teknologi Pengolahan Pangan Alternatif - Pengolahan Tekanan Tinggi. [online], (http://www.fda.gov/Food/ScienceResearch/ResearchAreas/SafePractices forFoodProcesses/ucm101456.htm, diakses
pada 9 Januari 2011).
Anonim. 2010. PENGAWETAN PANGAN DENGAN GARAM,
ASAM, GULA DAN BAHAN PENGAWET KIMIA –
Bagian 1. [online], (http://ceputelecenter.wordpress.com/2010/01/05/pengawetan- pangan- dengan-garam-asam-gula-dan-bahan-pengawet-kimia-bagian-1/, diakses pada 9 Januari 2011).
Awal. 2010. teknologi pengolahan pangan. [online], (http://awalll.wordpress.com/2010/06/12/teknologi-pengolahan-pangan/, diakses pada 9 Januari 2011).
Hariyadi, Purwiyatno. 2010. TEKNOLOGI ULTRA HIGH PRESSURE Pangan Tetap Segar dalam Tekanan Besar. [online], (http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_tknprcss_ultrahighpressure.php, diakses pada 9 Januari 2011).
Mangunwidjaja, Djumali dkk. 2005.
Pengantar Teknologi Pertanian. Penerbit : Penebar Swadaya.
Wikipedia.
Pascalization. [online],
(http://en.wikipedia.org/wiki/Pascalization, diakses pada 9 Januari 2011).
Zaif. 2010. Pengolahan
dan pengawetan bahan makanan serta permasalahannya [online], (http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan-dan- pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya/, diakses
pada 9 Januari 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar