TUGAS ANALISA PANGAN
ATOMIC ABSORPTION SPECTROSCOPY
(AAS)
Oleh :
Adi Santoso
201010220311026
Andi Kartika Dwi Permatasari
201010220311001
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian-Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin
meningkatnya pengetahuan serta kemampuan manusia. Betapa tidak setiap manusia
lebih dituntut dam diarahkan kearah lmu pengetahuan di segala bidang. Tidak
ketinggalan pula ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikropun tidak luput dari
sorotan perkembangan iptek. Belakangan ini telah lahir ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mempermudah dalam analisis kimia. Salah satu dari bentuk
kemajuan ini adalah alat yang disebut dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Para
ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam
mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom telah dikenal bertahun-tahun
yang lalu. Dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energy cahaya
oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang tertentu.
Perpanjangan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan
akibatperkembangan spektroskopi pancaran nyala. Bila disinari dengan benar,
kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes sampel yang belum menguap dari puncak
nyala, dan gas-gas itu terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai
akibat tekanan rendah yang diciptakan oleh kecepatan tinggi, lagi pula sistem
optis itu tidak memeriksa seluruh nyala, melainkan hanya mengurusi suatu daerah
dengan jarak tertentu di atas titik puncak pembakar.
Selain
dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energy eksitasi rendah dapat juga
dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energy
eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan spektrometri serapan atom. Untuk
analisis dengan garis spectrum resonansi antara 400-800 nm,
fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm, metode AAS lebih
baik dari fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala
lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow
cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan
temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari
fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS
merupakan komplementer satu sama lainnya.
1.2 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang
diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
-
Bagaimanakah
teori dasar serta prinsip kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)?
-
Bagaimanakah
penggunaan / penerapan Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam proses analisis
kimia?
-
Apa
sajakah gangguan-gangguan yang biasa terjadi pada Spektrometri Serapan Atom
(SSA)
1.3
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini
selain memenuhi tugas dari Dosen Mata Kuliah, juga bertujuan untuk memberi
masukan ilmu pengetahuan bagi semua khalayak pada umumnya dan khususnya bagi
penulis pribadi sehingga kedepannya dapat lebih mengetahui bagaimana metode
maupun prinsip kerja dari Spektrometri Serapan Atom (SSA).
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Sejarah
singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada
saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia
bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya ahli kimia banyak
tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa
cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua metode
tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri
Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam
keadaan bebas (Skooget al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada
konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
metode spektroskopi emisi konvensional. Memang selain dengan metode serapan
atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan
fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur
dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada
panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada
panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000).Untuk analisis kualitatif,
metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu
katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat
utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi
sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode
fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode
AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589
nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang
ini mempunyai cukup energy untuk mengubah tingkat energy elektronik suatu atom. Dengan
absorpsi energy, berarti memperoleh
lebih banyak energy, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya
ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya
unsur Na dengan nomor atom
11 mempunyai konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6
3s1, tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki
kelebihan energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2
eV ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan
dengan intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari
eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila
cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom
bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas
sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorbsi.
Hukum Beer:
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum
tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana: lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
b = panjang medium
c = konsentrasi
atom-atom yang menyerap sinar
A =
absorbans
Dari persamaan di atas,
dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi
atom (Day & Underwood, 1989).
2.2 Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Telah
dijelaskan sebelumnya
bahwa metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya
Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih
berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah
sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA)
pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam
larutan.
Hukum
absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar
ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri
Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan
spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri
atas tiga komponen yaitu:
-
Unit
atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
-
Sumber
radiasi
-
Sistem
pengukur fotometri
Sistem Atomisasi dengan nyala
Setiap
alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi
sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan
instrument sumber atomisasi ini adalah nyata dan sampel diintroduksikan dalam
bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol.
Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala
oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada
banyak variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom.
Namun demikian yang saat ini menonjol dan diapakai secara luas untuk pengukuran
analitik adalah udara asetilen dan nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis
nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang
dianalisis) dapat sintetikan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
Nyala udara asetilen
Biasanya
menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih
rendah mendorong terbentuknya
atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari
banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan
dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit
terurai. Hal ini disebabkan temperature nyala yang dihasilkan relatif tinggi.
Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, Ti, V dan W.
Sistem Atomisasi tanpa Nyala (dengan
Elektrotermal/tungku)
Sistem
nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan
dari sistem nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi
dengan metode
ini yaitu:
-
Tahap
pengeringan atau penguapan larutan
-
Tahap
pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organik
-
Tahap
atomisasi
Unsur-unsur
yang dapat dianalisis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur
yang dapat dianalisis dengan GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc,
Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi
dengan graphit.
Petunjuk praktis
penggunaan GFAAS:
-
Jangan
menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
-
Sulfat
dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam
tungku.
-
Gunakan
cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada sampel dan
standar.
-
Untuk
mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energy
panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar
proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ionisasi ini dapat
terjadi apabila temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar dan oksidator
dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke
pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui baffle. Tetapi kondisi ini jarang
ditemukan, karena terkadang nyala tersedot balik ke dalam kamar pencampur
sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar dengan
lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator dikendalikan dengan
seksama.
-
Dengan
gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum yang dapat
tercapai adalah 1200oC. untuk temperatur tinggi biasanya digunakan
N:O: = 2:1 karena banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot balik,
nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses atomisasi tanpa
nyala, misalnya suatu perangkat pemanas listrik. Sampel sebanyak 1-2 ml
diletakkan pada batang grafit yang porosnya horizontal atau pada logam tantalum
yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur dapat dikendalikan secara
elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan
sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode
tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi,
metode tanpa nyala haruslah berasal dari sumber yang kontinu. Disamping itu
sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber
sinar dengan garis absorpsi yang
semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi
yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki dua elektroda,
satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan
unsur yang dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah, dengan
pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam
katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi kemudian
mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
2.3 Instrumen dan Alat
Untuk
menganalisis sampel, sampel tersebut harus diatomisasi. Sampel kemudian harus
diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detektor tertentu.
Sebuah sampel cairan
biasanya berubah menjadi gas atom melalui tiga langkah:
-
Desolvation
(pengeringan) – larutan pelarut menguap, dan sampel kering tetap
-
Penguapan
– sampel padat berubah menjadi gas
-
Atomisasi
– senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom bebas.
Sumber
radiasi yang dipilih memiliki lebar spektrum sempit dibandingkan dengan transisi atom.
Lampu katoda Hollow adalah sumber radiasi yang paling
umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda hollow berisi gas argon
atau neon, silinder katoda logam mengandung logam untuk mengeksitasi sampel.
Ketika tegangan yang diberikan pada lampu meningkat, maka ion gas mendapatkan
energi yang cukup untuk mengeluarkan atom logam dari katoda.
Atom yang tereksitasi akan kembali ke
keadaan dasar dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik
logam.
2.4 Bagian-Bagian
pada AAS
a. Lampu Katoda
Lampu
katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau
umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji
berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya
bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
Lampu
Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu
Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket
pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk
memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket
pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari
ke-empat besi lainnya.
Lampu
katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur
logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak
ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari
dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan
pada lingkungan sekitar.
Cara
pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu
dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya
di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah
selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.
b. Tabung Gas
Tabung
gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O
yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk
pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian
untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan
mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk
pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menandakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar.
Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada
bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk.
Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan
kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan
saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di
dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan
mudah keluar, selain itu gas juga memiliki tekanan.
c. Ducting
Ducting
merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada
AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap
bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan
sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa
di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara
pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal,
agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau
binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga
atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan
ducting tersumbat.
Penggunaan
ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila
lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk
menghisap hasil pembakaran yang
terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung
dengan ducting
d. Kompresor
Kompresor
merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran
atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang
kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar
kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan,
sedangkan tombol yang kanan merupakan tombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara
yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan
sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat
ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan,
merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air
yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar
menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini,
sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air akan
terserap ke lap.
e. Burner
Burner
merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi
sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata,
dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lubang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik
api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan
burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan
ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses
pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator
digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan
diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di
bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk
mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa
larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam
nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari
energi rendah ke energi tinggi.
Nilai
eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang
dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur.
Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna
api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
f. Buangan pada AAS
Buangan
pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan
dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan
sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva
yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan
pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator
menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian
menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain
itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak
tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat
kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
g. Monokromator
Berfungsi
mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum
yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar
polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam
monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah
UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
h. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas.
Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk
thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas
radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh
fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh
alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua macam deterktor
sebagai berikut:
-
Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik,
dalam hal ini
setiap foton akan membebaskan elektron (satu foton satu electron) dari bahan
yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
-
Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector
infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika
dua logam yang memiliki temperatur berbeda disambung jadi satu.
2.5 Cara
kerja spektrofotometer serapan atom
a. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian
kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara berurutan.
b. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian
muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik
Yes dan jika tidak No.
c. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command,
dimasukkan nomor lampu katoda yang
dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket
lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang
baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah.
d. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang
baru.
e. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and
working mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada
symbol unsur yang diinginkan
f. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan
condition settings. Diatur parameter yang
dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration
; number of sample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ;
standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
g. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
h. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar
dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
i. Pada menu measurements pilih measure sample.
j. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus
terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
k. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan
tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
l. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran
ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan
lurus.
m. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru
dilakukan pengukuran.
n. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel
ke 2.
o. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan
mengklik icon
print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
p. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air
deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner
dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian
kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
2.6Metode
Analisis
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara
spektrometri. Ketiga
teknik tersebut adalah:
a. Metode Standar Tunggal
Metode
ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel
(Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar,
konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
b. Metode kurva kalibrasi
Dalam
metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan
absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah
membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis
lurus yang melewati titik nol dengan slobe =
atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat
dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam
kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh
dengan menggunakan program regresi linewar pada kurvakalibrasi.
c. Metode adisi standar
Metode
ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan
oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode
ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam
labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan
yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah
larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama.
Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck AT
= k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx =
konsentrasi zat sampel
Cs =
konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat
sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat
sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung
maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam
sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika
dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT
lawan Cs garis lurus yang diperoleh
dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan
dari alat spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode pengambilan sampel
dan analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang terdapat
diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel
cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.
2.7 Keuntungan
dan Kelemahan Metode
AAS
Keuntungan
metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas
deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang
berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung
dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas
kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan
kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat
menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila
atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada
panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
2.8Gangguan-gangguan
dalam metode AAS
a. Ganguan kimia
Gangguan
kimia terjadi apabila unsur
yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan
senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain
yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit.
Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
b. Gangguang Matrik
Gangguan
ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut
yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala
untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis
kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk
mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis
penambahan standar (Standar Adisi).
c. Gangguan Ionisasi
Gangguan
ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan
electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini
mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga.
Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur
yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang
dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000
ppm.
d. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi
Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi
molecular, dan penghamburan cahaya.
2.9Analisis
Kuantitatif
a. Penyiapan sampel
Penyiapan
sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis
substrat dari sampel dan cara atomisasi.
Pada kebanyakan sampel hal ini biasanya tidak
dilakukan, bila atomisasi dilakukan menggunakan batang grafik secara elektrotermal
karena pembawa (matriks) dari sampel dihilangkan melalui proses pengarangan
(ashing) sebelum atomisasi. Pada atomisasi dengan nyala, kebanyakan sampel cair
dapat disemprotkan langsung kedalam nyala setelah diencerkan dengan pelarut yang
cocok. Sampel padat baiasanya dilarutkan dalam asam tetaou adakalanya didahului
dengan peleburan alkali.
b. Analisa
kuantitatif
Pada analisis kuantitatif ini kita harus
mengetahui beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menganalisa. Selain itu
kita harus mengetahui kelebihan dan kekurangan pada AAS.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menganalisa:
-
Larutan sampel diusahakan seencer mungkin
(konsentrasi ppm atau ppb).
-
Kadar unsur yang dianalisis tidak lebih dari
5% dalam pelarut yang sesuai.
-
Hindari pemakaian pelarut aromatic atau halogenida.
Pelarut organic yang umum digunakan adalah keton, ester dan etil asetat.
-
Pelarut yang digunakan adalah pelarut untuk analisis
(p.a)
Langkah analisis kuantitatif:
-
Pembuatan Larutan Stok dan Larutan Standar
-
Pembuatan Kurva Baku
Persamaan garis lurus : Y = a + bx dimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuan kadar sampel dapat dilakukan dengan
memplotkan data absorbansi terhadap konsentrasi atau dengan cara mensubstitusikan
absorbansi kedalam persamaan garis lurus.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan tersubut maka dapat diatarik kesimpulan
bahwa Spektromerti Serapan Atom didasarkan pada besarnya energi yang diserap oleh
atom-atom netral dalam keadaan gas.
Agar intensitas awal sinar (Po) dan sinar yang diteruskan
(P) dapat diukur, maka energy sinar pengeksitasi harus sesuai dengan energy
eksitasi atom penyerap dan energy penyerap ini diperoleh melalui sinar lampu katoda
berongga.
Lampu katoda berongga ada yang bersifat single element dan
ada yang bersifat multi element.
Salah satu alat yang sangat berperan penting dalam AAS
adalah Copper yang berfungsi untuk membuat sinar yang datang dari sumber sinar berselang-seling
sehingga sinar yang dipancarkan juga akan berselang-seling.
AAS memiliki keakuratan yang tinggi pada analisis kualitatif
Beberapa jenis gangguan dengan cara AAS pada analisis kuantitatif
Gangguan
kimia
Gangguan
matrik
Gangguan
ionisasi dan
Gangguan
background
Tidak ada komentar:
Posting Komentar